Bu Nyai Ucik Nur Hidayati melanjutkan wejangan-wejangannya, Silfy menyimak dengan perasaan yang tak menentu.
"Sedoyo takdir saking Allah monggo kito trami dengan Ikhlas, Amantu Billahi wa malaikatihi warusulihi wakutubihi walyaumil akhiri wabil qodri khorihi wa syarrihi. Dados menawi mengimani takdiripun Gusti Allah meniko kita harus menerima dengan ikhlas, apapun baik atau buruk, supaya kita senantiasa menjadi hamba yang bersyukur, Lha enak yo iku ditakdir oleh bojho ganteng kulite putih, sugeh, lha aku salah wes bojhoku elek, gak sugeh, ireng pisan..."
Terdengar gelak tawa para hadirin yang notabene lebih banyak dihadiri kaum hawa.
"Ya Allah, empun nggeh Buk! Duso, wes monggo disyukuri apapun bagaimanapun keberadaan suami kita, ingat, Addunya Mata'un, Wa khoiru mata'iha al mar'atus sholihah, Dunia itu adalah perhiasan, dan seindah-indah perhiasan adalah wanita sholihah, milo, monggo kito belajar berusaha untuk menjadi istri yang sholihah, pun niat bakti kepada suami dengan ikhlas, jangan dengarkan bisikan-bisikan nafsu yang membuat kita jadi tidak ikhlas."
"Pancen tiyang estri niku Masya Allah sangat luar biasa, mulai bangun tidur, sampai tidur kembali sing namine pendamelan niku gak mari-mari, katek boten enten preine, masih sakit yo pancet tandang gawe, mulai nyapu, masak, umba-umba, ngepel, kora-kora, ngerumat anak, lha niku kalau tidak dijalani dengan ikhlas jadi capek, sumpek, merasa diri kita seperti budak."
"Memang pengabdian dan perbudakan itu beda tipis, tapi tetep wes niat ikhlas bakti kepada suami karena Allah, karena ingin meraih ridho Allah, pun boten usah mikir macem-macem, apalagi balesan, Duuuh aku kesel, sembarang wes tak lakoni, tapi bojhoku kok yo gak ngeregani, lha ngoten niku nggarai boten ikhlas, akhire dados mangkel, mangkel pada suami yo nggarai sumpek, mau sumpek mikir suami, huuuhh... Iki turu karo wong sing megelli, damel wedang geh ambek mangkel, sembarang mangkel akhire gak mari-mari, bukannya dapat pahala, semua jadi sia-sia, kita akan merasa lelah saja."
"Sudah, mari kita berbuat sebaik mungkin kepada suami kita, niatkan kepada Allah, nggak usah mikir apa-apa, pokok niat bakti dengan ikhlas, nggak usah ngarep-ngarep suami baik ke kita, pokok saya baik kepada suami sudah iti saya, yakin, Insya' Allah dengan keikhlasan hati, dengan kita berbuat baik, dengan kesabaran hati, Allah akan memberikan yang terbaik untuk kita. Aamiin Aamiin Aamiin Ya Robbal'alamiin."
🍂🍂🍂🍂🍂🍂
Silfyah terus merenungi setiap kata yang disampaikan oleh Bu Nyai Ucik, ia terus berfikir, haruskah ia mulai menerima takdirnya, menerima Hans sebagai suaminya, menerima segala kekurangannya. Ia begitu gelisah, satu sisi, ia masih menyimpan rasa cinta yang begitu mendalam kepada Ilham, meski hatinya merasa sakit dan kecewa akan sikap Ilham kemarin.
Mentari kian menepi keperaduannya, Senja melukiskan mega yang indah menghiasi cakrawala, burung-burung berterbangan, temaram lampu-lampu kota mulai dinyalakan, Silfyah segera mempercepat langkah hendak kembali kerumah, langit mulai gelap.
Hans menghadangnya, ia mengendarai motor matic yang baru dibelinya, Silfyah menghentikan langkahnya
"Boleh ku antar pulang?" tanya Hans sembari membuang puntung rokoknya.
Silfy mengangguk pasrah, Hans menyerahkan sebuah helm berwarna merah padanya, ia pun duduk dijok motor Honda Vario berwarna putih.
Tangan Silfy berpegangan erat pada tepian jok, Hans menarik tangannya kemudian melingkarkannya tepat dipinggangnya, Silfy terkejut ia hendak menarik tangannya, namun jari jemari Hans menahannya.
"Maaf Fy, Aku bukan tukang ojek." tukas Hans sembari tersenyum menang.
Laki-laki itu segera menancap gas melajukan motor, Silfy mulai bimbang, ia ingin marah, namun apa yang dikatakan Hans benar, ia kembali teringat akan nasihat-nasihat Bu Nyai.
"Kamu sudah makan Fy?" tanya Hans.
"Belum." jawab Silfyah singkat.
"Kita makan dulu yuk? Kebetulan aku juga belum makan." ajak Hans.
"Sudah mau maghrib, Silfy mau pulang." tolak Silfy.
"Masih lama Fy, masih dua puluh menit lagi, ayolah?!" paksa Hans sembari melajukan motornya dengan pelan.
Silfy tak menjawab, ia lebih banyak diam, perasaannya tak menentu.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Hans menghentikan laju motornya tepat didepan salah satu depot di kota Bangil, ia mngajak Silfy makan bersama menikmati Rawon, salah satu makanan favorit Hans sedari kecil.
Sembari menanti pesanan, Hans mengulurkan tangan kanannya.
"Silfy, bisakah kita menjadi teman?" ucap Hans penuh ketulusan.
Silfy menatap laki-laki yang duduk dihadapannya dengan ekspresi wajah penuh harap.
"Ya Allah, apa memang sudah saatnya Aku menerima Bang Hans?" Silfy membatin.
Perlahan ia mengulurkan tangan kanannya, menyambut tangan Hans, Hans nampak begitu senang, ia genggam erat tangan istrinya yang begitu lembut, dan terasa begitu dingin.
"Terima kasih banyak Fy." tutur Hans senang.
Silfy segera menarik tangannya dari genggaman tangan Hans, ada denyar rasa yang aneh saat ia merasakan genggaman tangan Hans yang begitu hangat.
Tak lama kemudian menu makanan yang dipesan oleh Hans telah datang.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Silfy melaksnakan pekerjaannya sebagaimana biasa, melayani para pembeli yang berjubel hendak membeli parfum dan kitab-kitab ditoko Yek Usman majikannya.
"Silfy!" panggil Syarifah Lubna.
"Iya, Ummi,"
"Tuh si Umar, katanya pingin nasi briyani favotirnya diresto Al Hambra, tolong kau belikan ya?! Biar aku gantikan tugas kau."
"Baik Ummi. " jawab Silfiyah
=====================================================================
=====================================================================
Silfyah segera mempercepat langkah menyeberang jalan, menuju resto Al Hambra yang berada tepat didepan Alun-alun kota.
Sampai didalam resto, Silfyah segera memesan nasi briyani favorit majikannya, sembari menunggu pesanan, Silfy mengedarkan pandangan ke sekitar dan betapa terkejutnya ia saat melihat meja nomor sepuluh.
Silfyah tak lagi kuasa menahan perih saat melihat Ilham tengah menikmati makan siang dengan Ibu dan juga gadis yang ia lihat di mall beberapa waktu yang lalu.
Silfyah segera memalingkan wajah, hatihnya kembari berdenyut menahan sakit, untuk kesekian kalinya ia harus melihat Ilham, laki-laki yang masih sangat dicintainya tengah menikmati kebersamaannya dengan wanita lain.
Setelah menerima pesanan, Silfyah segera mempercepat langkah sembari menutup wajah, ia berharap Ilham tak melihatnya.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Silfyah tak mampu lagi menahan kekecewaan, dan rasa pilu karena dilupakan, setelah mengantar nasi briyani pesanan sang majikan, Silfy minta izin pulang lebih cepat, ia membuat alasan sang suami tengah sakit agar diperbolehkan pulang.
Hans tengah sibuk membersihkan motornya, ia terkejut saat melihat Silfy berlari dari pintu gerbang hendak masuk kedalam rumah dalam keadaan menangis, Hans segera menghadang langkahnya.
"Silfy, kamu kenapa?" tanya Hans cemas.
Tak ada jawaban, Silfy menghambur memeluknya dengan begitu erat, tangisnya pecah, ia tak tahu lagi bagaimana caranya mengungkapkan kekecewaan yang menyesakkan dada.
Hans bingung, kedua tangannya balas mendekap tubuh mungil istrinya, Silfy menumpahkan tangisnya dalam pelukan Hans.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar