Hans mengusap pelan kepala Silfyah, "Ada apa Fy?" tanya Hans pelan.
Silfyah melepas pelukannya, ia segera mengusap air matanya.
"Jika Mas Ilham bisa melupakan aku begitu saja, maka aku juga harus bisa melupakannya." batin Silfy.
"Fy?" tanya Hans kembali menatap heran, gadis yang tengah bengong didepannya.
"Apakah Bang Hans benar-benar bisa jadi teman baik buat Silfy?" tanya Silfy memastikan.
"Tentu, jika kau mau. Tapi...., Apa kau sudah tak lagi membenciku?" tanya Hans ragu mengingat Silfy yang begitu membencinya
"Jujur masih, tapi Silfy akan memberikan kesempatan kepada Abang, sebagai teman tentunya."
Hans tersenyum, "Ada apa Fy? Kenapa kamu tiba-tiba berubah seperti ini?" tanya Hans heran.
"Silfy sadar, apa yang Silfy lakukan waktu itu benar-benar keterlaluan, Silfy minta maaf."
"Kau tak perlu minta maaf Fy, aku tahu semua itu kau lakukan karena kau kecewa pada il..."
"Jangan pernah sebut nama orang itu lagi Bang!" ucap Silfy segera memotong pembicaraan Hans.
Gadis itu segera melangkah masuk kedalam rumah, Hans berdiri mematung menatapnya.
"Baiklah Silfy, aku tak akan menyia-nyiakan kesempatan yang kau berikan. " ucap Hans lirih.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Hans menjumpai teman-temannya disebuah kedai, tempat anak-anak geng 49 berkumpul.
Terkadang cinta datang tanpa disadari, kehadiran gadis suci yang berbudi luhur membuat hati Hans luluh, dan berangsur melupakan Fitri mantan kekasihnya, namun ia gamang, ia telah terlanjur mengadakan perjanjian dengan Ilham.
Pelukan hangat Silfy siang itu terus menganggu Hans, telah lama ia merindukan pelukan hangat dan kasih sayang.
Hans mencurahkan segala kegundahan hatinya kepada Rey sahabatnya. Didekat Silfy Hans kembali menemukan cahaya hidupnya, melihatnya istiqomah melaksanakan sholat, mendengar suara ngajinya.
"Aku mulai menyayanginya Rey, tapi.... aku, aku tak bisa melupakan Fitri." ungkap Hans.
"Jadi kamu masih berharap ingin kembali bersama Fitri Hans?" tanya Rey.
Hans menyesap batang rokok surya yang baru saja dinyalakannya, lalu menghembuskan asapnya.
"Entahlah Rey..."
=====================================================================
"Hans, Hans, kalau aku jadi kamu mending aku pilih Silfy aja Hans, dia gadis baik-baik, tak ada yang menjamah tubuhnya, sedangkan Fitri, maaf saja, entah berapa banyak lelaki hidung belang yang telah merasai tubuhnya." ujar Rey.
"Tapi aku sudah terlanjur berjanji pada Ilham, Rey."
"Lupakan semua itu, bukankah istrimu sudah tak mengaharapkannya lagi?"
"Iya, tapi..."
"Hans, dengarkan aku baik-baik, Silfy itu istrimu, istri yang sah baik secara agama dan juga hukum negara, kalian bukan pasangan yang sedang berpacaran, bisa selesai begitu saja, jika memang kamu mulai mencintai Silfy, kenapa kau tidak berusaha untuk mendapatkan hatinya, membuka lembaran baru bersamanya?"
"Aku tak pantas untuknya Rey, aku cuma laki-laki bejat."
Rey terdiam, ia merenungkan sesuatu.
"Rey," panggil Hans.
"Ya,"
"Jujur, aku ingin tobat Rey, aku lelah hidup seperti ini terus menerus, semuanya terasa hampa, aku takut, hidupku tak berlangsung lama sedang aku belum kembali kejalan yang diridhoi-Nya." ungkap Hans.
"Apa? Kau mau tobat Hans?" tanya Rey
Hans mengangguk, "Iya Rey, Silfy telah menyadarkan aku."
Rey tertawa terbahak-bahak usai mendengar kata-kata Hans.
"Hans, Hans, mana Hans yang garang dulu? Kenapa sekarang malah lembek gini?"
"Rey, aku serius." ucap Hans menatap sahabatnya dengan tajam.
"Oke, oke sorry Hans, sorry, aku sama sekali tak bermaksud untuk meledekmu, jujur, aku juga ingin taubat Hans, begitu juga dengan yang lain, cuma selama ini kami takut mau bilang padamu sebagai ketua geng." aku Rey jujur.
"Apa? Jadi selama ini kalian......"
"Iya Hans, kita sudah lelah hidup tak tentu arah, belum lagi bayang-bayang penjara selalu menghantui, aku tak mau mati sia-sia seperti Aris, tak ada seorangpun yang mau menguburkannya bukan?"
Hans mengangguk, "Oke, kalau gitu kita taubat sama-sama, gimana?"
"Wah serru tuh, berandal bareng-bareng, taubat juga bareng-bareng, istilah kata surga neraka ya bareng-bareng." ujar Rey sembari tertawa.
Hans memeluk Rey sahabatnya.
"Ingat pesanku Hans, pertahankanlah Silfy."
"Oke, akan ku renungkan kembali." sahut Hans.
Rey mengangkat segelas bir, "Mari, kita bersulang Bos,"
Hans tersenyum, "Jare kate tobat? Lha kok isek ngumbe?"
Rey tergelak, "Hahahaha, anggap saja minuman terakhir, Bos."
Hans menggelengkan kepala, "Kamu saja yang minum, Aku enggak." tolak Hans, ia tak mau mabuk lagi.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Tengah malam, Hans segera kembali kerumah, didapatinya Silfy telah terlelap dengan begitu nyenyak.
Hans terus menatap wajah cantik istrinya yang masih belia, ia tersenyum.
"Sejak awal aku melihatmu, entah mengapa sejak saat itu aku seakan merasa yakin bahwa kaulah wanita yang Tuhan takdirkan menjadi teman hidupku, Silfy, aku sangat menyayangimu, tapi kau begitu membenciku." batin Hans.
Hans termenung, memikirkan dengan cara apa dan bagaimana ia bisa meluluhkan kebencian Silfy padanya, membuat dirinya semakin dekat dengan gadisnya.
"Haruskah, aku beritahukan semuanya pada Silfy?" batin Hans.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Gema lantunan ayat suci Alqur'an terdengar dari toa masjid yang tak jauh dari kediaman Hans, Silfy segera bangun dari mimpinya, ia tidur sendiri.
Silfy segera bangkit kemudian melangkah menuju kamar mandi, membersihkan diri dan menyegarkan wajahnya dengan siraman air wudhu'.
Setelah melaksanakan sholat, Silfy menunggu mentari terbit dengan berdzikir dan membaca Alqur'an.
Hans masuk kedalam kamar, ia segera duduk bersila disamping Silfy, menikmati suara Silfy mengaji.
Silfyah merasa risih, karena Hans terus menatapnya, ia pun segera mengakhiri bacaannya.
"Kok sudah selesai?" tanya Hans.
"Ada apa Bang? Kenapa tiba-tiba datang mendekat begini?" protes Silfy.
"Kenapa? Tak bolehkah?"
"Bukan begitu tapi....."
"Apa aku begitu menjijikkan Fy? Hingga tak boleh sedikit saja mendekatimu?" tanya Hans dengan serius.
Silfyah terdiam, sejujurnya ia memang enggan dan belum bisa membuka hatinya untuk Hans.
"Baiklah Fy, maafkan aku." tutur Hans segera bangkit.
Laki-laki itu keluar dari kamarnya dengan rasa kesal dan juga sedih.
"Sepertinya kau memang sangat membenciku Fy." batin Hans.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Hans mengajak Pak Rustam, Bu Yati, dan juga Silfyah mengunjungi kedai Bakso dan Mie Ayam yang telah digelutinya selama setahun terakhir bersama anak-anak geng 49, namun ia rahasiakan.
"Jadi ini usahamu Nak?" tanya Bu Yati.
Ia melihat tak percaya, kedai bakso yang cukup luas dan besar, pengunjung juga cukup ramai.
"Iya Bu, sebenarnya usaha ini sudah lama, Hans juga ingin mendapat rizqi dari cara yang halal Bu, selama ini uang yang Hans berikan kepada Bapak dan Ibu, adalah hasil dari usaha ini, bukan hasil judi." sindir Hans.
Silfyah merasa tak enak hati, karena selama ini ia selalu menolak pemberian Hans yang ia sangka hasil judi.
"Bapak, Ibuu, Silfy, mari silahkan duduk dulu?!" ajak Hans.
Mereka bertiga pun duduk melingkar di meja makan.
"Bapak, Ibu, Silfy, mau pesan apa, biar Hans yang melayani sendiri." ucap Hans penuh semangat.
"Bapak mau mie ayam saja." ujar Pak Rustam.
"Oke baik, minumnya Pak?"
"Es jeruk ada?"
"Ada Pak, nanti Hans siapkan."
"Ibu mau bakso saja ya, Nak. Minumnya Es teh saja."
"Siap Ibu."
Hans melirik Silfy yang sedari awal hanya diam saja, ia tahu gadis itu tak enak hati pada dirinya.
"Silfy, kamu mau apa, mie ayam, bakso, atau apa?"
Bu Yati menyenggol lengan putrinya yang hanya diam saja.
"E... Bakso saja sudah, Bang." pinta Silfy, menahan malu.
"Baik, segera disiapkan tuan putri." kata Hans.
Pak Rustam dan Bu Yati tertawa senang, sedang Hans segera menghampiri kawannha yang tengah menyiapakan mie ayam dan bakso digerobak depan, Hans memakai celemek merah, kemudian meracik sendiri pesanan keluarganya.
"Kau lihat Fy, bagaimana sikap Hans, kepada kita, dia benar-benar baik bukan?" tanya Pak Rustam.
Silfyah mengangguk, wajahnya merah bagai tomat, ia tak kuasa menahan malu, selama ini selalu menganggap Hans dengan begitu buruknya, karena dosa-dosa yang telah Hans lakukan, tanpa mau melihat sedikitpun kebaikan-kebaikan yang ada pada diri Hans.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar