Silfy mengajak Hanif bicara di dalam kamar, ia menunjukkan album usang berwarna merah, Hanif terkejut melihatnya.
"Maaf Mas, tadi Silfy nggak sengaja temuin dan lihat album ini saat beres-beres lemari."
Hans terdiam, ia melepas peci hitam yang melekat dikepalanya, kemudian berjalan menuju jendela kaca, membuka tirai, menatap sinar purnama yang nampak sempurna.
Hanif menyandarkan punggungnya di pojok dinding berwarna krem, kedua tangannya ia sedekapkan didada.
"Maafkan Aku Fy, bukan maksud untuk membohongimu, aku hanya sedang mencari waktu yang tepat untuk menceritakan semuanya kepadamu."
Hanif mengambil nafas dalam-dalam lalu membuangnya perlahan.
"Sungguh segala kepahitan itu masih terasa begitu menyayat hatiku, Fy." tutur Hanif.
"Jika Mas Hanif belum siap, tak apa Mas, Silfy tak kan memaksa."
"Tidak Fy, cepat atau lambat, sekarang ataupun nanti, sama saja, tak ada beda,"
Silfy terdiam mulai menyimak cerita dari bibir suaminya.
"Namaku Muhammad Hanif, dulu orang-orang biasa memanggilku Hanif, aku begitu bahagia, ketika lulus sekolah dasar, kedua orang tuaku mengirimku ke pesantren sesuai permintaanku, waktu terus berjalan, hingga aku dewasa."
"Satu waktu aku bertemu dengan seorang gadis, gadis itu bernama Fitri, gadis yang kamu lihat di mall bersama Ilham, dan juga di kedaiku waktu itu."
"Jadi.... dia kekasih Mas Hanif?" tanya Silfyah.
Entah mengapa Silfyah tiba-tiba merasa tak suka ketika mendengar tentangnya, namun ia juga ingin tahu, apa yang terjadi, kenapa mereka terpisah.
"Iya, kami bahkan sempat bertunangan, sampai suatu ketika ada peristiwa besar yang menghancurkan semuanya." jelas Hans.
"Malam itu, saat liburan pesantren dibulan Robi'ul Awal, aku datang mengunjunginya di kediamannya, malam itu hujan begitu deras tiba-tiba turun begitu saja, Almarhum Pak Shobari memaksaku untuk menginap, aku pun memilih untuk tidur diruang tamu depan,"
"Tengah malam, tiba-tiba ku dengar suara gaduh, ku lihat kawanan perampok itu telah menghabisi nyawa Bapak, saat itu aku marah, aku pun menghajar mereka, namun naas, tak ku sadari, dari arah belakang, salah satu dari kawanan mereka memukul punggungku dengan sebilah kayu, aku pun jatuh tersungkur,"
"Mereka segera mengikat tubuhku, dan menyumpal mulutku, mereka terus beraksi, selain membunuh Bapak, mereka juga membunuh Ibu, karena terus berteriak-teriak histeris." kenang Hanif.
Air matanya kembali berderaian, dan Silfy mulai terisak tak mampu membayangkan.
"Dan yang lebih menyakitkan, mereka merenggut kehormatan kekasihku didepan mataku, aku benar-benar tak berdaya." terang Hanif menahan perih
"Setelah peristiwa tragis itu, Fitri sempat stres, namun saat ia mulai sembuh, ia justru memutuskan untuk menjalani kehidupan gelap sebagai wanita panggilan."
"Bapak mulai sakit-sakitan karena terus memikirkan nasibku, hingga akhirnya beliau wafat, dua tahun setelah itu, Ibu menyusul pergi, hidupku benar-benar hampa Fy, aku merasa, aku telah benar-benar kehilangan semuanya, aku merasa takdir begitu kejam merenggut semua kebahagiaanku dalam sekejap, aku bahkan merasa Tuhan sangat tak adil padaku, karena itu aku mulai tinggalkan semuanya dan menggeluti kehidupan yang kelam."
Silfyah tersedu-sedu mendengar kisah kelam Hans atau Hanif, begitu juga dengan Hanif, pilu dan luka dimasa kelam kembali terasa perih, ia menghampiri Silfyah yang menangisi kisah kelamnya.
"Fy, baru kali ini ku ceritakan segala kisah kelamku kepada seseorang setelah sekian lama aku menguburnya, hanya satu pintaku padamu, sudikah kamu menemaniku dalam menggapai ridho-Nya kembali?" tanya Hanif memastikan.
Tanpa ragu Silfyah segera menganggukkan kepalanya, selama ini ia telah salah menilai Hans, yang ia anggap hanya memanfaatkan dirinya karena uang.
Hanif tak kuasa menahan rasa bahagia, ia benar-benar yakin Silfiyah lah gadis yang Allah takdirkan menjadi obat dari segala sakitnya, ia pun mendekap tubuh ramping Silfyah dengan begitu erat.
Luruh sudah segala rasa benci dihati Silfyah bagai bongkahan es batu yang begitu padat kemudian mencair oleh hangatnya sinar kasih sayang, rasa iba kepada Hans menyeruak memenuhi relung hati
🌷🌷🌷🌷🌷
Hanif tengah menikmati sarapan pagi bersama keluarga barunya, kini ia benar-benar telah merasakan ketenangan yang begitu mendalam, ia mersakan hidupnya kembali berharga dan penuh arti, benih-benih cintanya kepada Silfy kian berkembang menghiasi sanubari.
"Jadi kapan nih Nak, Bapak dan ibu bisa gendong cucu?" tanya Pak Rustam tiba-tiba
Mendengar kata-kata Bapaknya, Silfy yang kebetulan tengah minum seketika langsung menyembur wajah Hanif yang duduk tepat dihadapannya.
"Silfy...." ucap Hanif terkejut sembari mengusap wajahnya.
"Maaf, maaf Mas, Silfy benar-benar nggak sengaja."
"Silfy, kok bisa sampai begitu sih?!" ujar Bu Yati dengan nada agak tinggi.
"Sudah Bu, tidak apa-apa, saya tahu Silfy nggak sengaja kok Bu." tutur Hanif membela istrinya.
Laki-laki itu segera menuntun istrinya pergi meninggalkan meja makan, ia tak mau kekasih hatinya mendengar dan melihat kemarahan kedua orang tuanya.
"Mas, eh Bang, maafin Silfy, Silfy benar-benar nggak sengaja." rajuk Silfy.
"Sebegitu bencinya kamu padaku Fy, sampai kau sembur wajahku?" protes Hanif.
Silfy mulai ketakutan ia benar-benar merasa bersalah dan tak enak hati.
"Ma..maaf."
Hanif mendekat dan menatap wajah istrinya lekat-lekat.
"Baru kali ini ada orang yang berani menyembur wajahku Fy, atau jangan-jangan kamu ini dukun ya?"
"Maksud Abang,... Eh Mas?" tanya Silfy mulai gemetaran
"Mantra apa yang kau baca Fy, sampai aku benar-benar tak bisa lagi jauh darimu Fy?"
Silfy terdiam, jantungnya berdetak sangat cepat.
"Aku mencintaimu Fy." ungkap Hanif jujur.
Silfy menatap wajah laki-laki dihadapannya itu dengan perasaan berdebar, ia pun mendorong tubuh Hans agar menjauh darinya
"Ada apa Fy?"
Silfy menitikkan air matanya, "Jangan katakan itu Mas, Silfy takut..."
"Takut? Takut kenapa Fy?" tanya Hanif kembali mendekat.
"Silfy takut Mas Hanif akan meninggalkan Silfy."
"Tidak akan Fy, mana mungkin aku akan meninggalkanmu, aku benar-benar mencintaimu Fy, aku ingin memulai semuanya dari awal bersamamu, hanya denganmu."
"Tapi, Mas Hanif masih mencintai Fitri kan?"
"Tidak Fy, aku sudah tidak mencintainya lagi." tegas Hanif.
Hanif meraih kedua tangan Silfyah, ia benar-benar tak ingin kehilangan kekasihnya kini.
"Silfy, tolong berikan aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya, aku ingin menjalani pernikahan yang dipenuhi cinta dan kebahagiaan, bukan amarah dan kebencian."
Silfy menunduk tak kuasa menatap mata Hanif yang terlihat begitu tulus mencintainya.
"Ku akui, awal aku menikahimu karena rasa sakit hati yang tak berujung pada Fitri, namun seiring berjalannya waktu kehadiranmu menyadarkanku akan banyak hal, kaulah wanita yang selama ini ku cari, wanita yang menjadi penennag hatiku."
Silfyah menatap laki-laki dihadapannya dengan tatapan tak percaya, hatinya berdesir bahagia saat ia tahu Hans atau Hanif benar-benar tulus mencintai dirinya.
"Aku juga minta maaf Fy, jika malam itu aku telah merenggut kesucianmu dengan cara yang salah." sesal Hanif
"Abang jahat, kenapa juga melakukannya dalam keadaan tidak sadar begitu?" rutuk Silfy kesal.
"Jadi, kamu ingin aku melakukannya dengan sadar, Fy?" bisik Hanif mulai menggoda.
Satu tinjuan mendarat didadanya, Hanif tersenyum riang.
Silfyah hendak pergi namun dengan cepat Hamif menarik tubuhnya hingga kedua tangannya menyentuh dada Hanif yang bidang.
"Kamu pikir aku akan membiarkanmu pergi begitu saja setelah semburanmu yang berbisa itu meracuni wajahku dengan pesona kecantikanmu, Fy?" bisik Hans merayu.
Laki-laki itu tak lagi dapat menahan hasrat ingin memiliki gadisnya seutuhnya, ia ingin menyayangi dan mencintai Silfy sepenuh hatinya, kedua mata itu saling menatap, pancaran sinar kasih sayang terbaca dari kelopak mata keduanya.
Hanif kembali mabuk akan manisnya cinta yang ia rasakan, matanya terus tertuju pada bibir tipis berwarna pink yang berada tepat dihadapannya.
Silfy yang awalnya berontak, tak lama kedua tangannya memeluk leher suaminya dengan begitu erat,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar