Menjelang maghrib, Silfy mencecar Hans, apakah laki-laki itu telah benar-benar hafal akan bacaan-bacaan dalam sholat.
"Bang, udah hafal belum?" desak Silfy.
"Aku cuma hafal namamu Fy." jawab Hans menggoda.
Satu tinjuan keras mendarat di lengan Hans, laki-laki berkumis tipis itu tergelak, sementara Silfy menatap dengan wajah kesal.
"Udah hafal, Cantik." jawab Hans serius.
"Coba dibaca, Silfy pengen dengerin." pinta Silfy.
Hans tersenyum, ia kemudian mulai membaca niat sholat, bacaan takbirotul ihrom, sampai terakhir bacaan tasyahud akhir, ia membaca dengan fasih dan benar.
Silfy menatap tak percaya.
"Bang Hans, kenapa cepat sekali hafalnya?"
"Ya kalau cuma doa-doa sholat mah gampang atuh Neng."
Silfy tersenyum senang, dan bangga, suaminya begitu cepat faham dalam belajar.
"Fy, ntar habis isya' kamu mau nggak aku jalan-jalan?" tanya Hans
"Kemana Bang?"
"Ya jalan-jalan aja, anggap aja ini sebagai ucapan rasa terima kasih dariku, karena kamu udah mau ajarin aku wudhu' dan sholat, gimana mau nggak?"
Silfy mengangguk setuju.
"Terima kasih ya Fy."
Adzan maghrib terdengar telah berkumandang.
"Aku kemasjid dulu Fy." pamit Hans.
"Hati-hati Bang."
"Iya, terima kasih.".
Hans segera berangkat menuju masjid, Silfy memandangnya dengan senyum bahagia.
Sesuai janji, selepas isya' Hans mengajak Silfy jalan-jalan menikmati disekitaran alun-alun kota Bangil, menikmati sepiring nasi goreng dan mie goreng yang dibeli di gerobak pedagang kaki lima sekitaran alun-alun kota.
Porsi nasi goreng yang begitu banyak membuat Silfy tak habis memakannya, ia pun meletakkan piring yang masih menyisakan separuh nasi goreng itu ke atas kursi plastik.
"Loh, kok nggak dihabisin Fy?" tanya Hans
"Udah kenyang Bang, nasinya banyak banget." sahut Silfy.
Hans tersenyum, ia telah menghabiskan nasi goreng miliknya, kemudian mengambil piring milik Silfy yang masih menyisakan nasi yang tinggal separuh.
"Bang, ngapain?"
"Ya mau makan punya kamu."
"Abang gak jijik, itu kan bekas Silfy Bang?"
"Ngapain jijik Fy? Kamu kan istri aku, lagi juga mubadzir, sayang kalau nasinya dibuang-buang." ujar Hans.
Silfy tersenyum.
"Ya Allah, kenapa tiba-tiba aku mulai merasa bahagia didekatnya? Apakah memang Bang Hans, laki-laki yang Engkau takdirkan menjadi belahan jiwa hamba? Jika iya, sirnakanlah rasa benci dihati hamba padanya." batin Silfy.
Tengah malam, Silfy terbangun, tiba-tiba ia merasa haus, ia pun melangkah keluar kamar menuju dapur.
Silfyah terkejut melihat Hans tengah menangis dalam sujud panjangnya, laku-laki itu tengah bersimpuh memohon ampunan kepada Sang Maha Pencipta, telah begitu banyak dosa yang telah ia lakukan, telah begitu lama ia menjauh meninggalkan segala kewajiban, terperosok dalam jurang kemakshiyatan.
🌷🌷🌷🌷🌷
Silfy baru saja selesai mandi, ia segera melangkah menuju lemari, hendak mengambil pakaian, Hans sedang tidak dirumah, laki-laki itu pergi ke Surabaya untuk melihat situasi kedai bakso yang dirintisnya.
Betapa terkejutnya Silfy saat melihat isi lemari yang begitu berantakan, pakaiannya acak-acakan, beberapa pakaiannya pun terjatuh begitu saja ke lantai.
"Ya Allah kenapa jadi berantakan begini?" ucap Silfy dengan kesal.
Padahal subuh tadi saat membuka lemari, pakaian-pakaiannya masih tersusun rapi.
"Ini pasti ulah Bang Hans, apa sih maunya?" gerutu Silfy mulai emosi.
Segera ia keluarkan semua pakaiannya hendak melipat dan merapikannya kembali, dan betapa terkejutnya ia saat melihat sebuah kotak kado lumayan besar berada dibalik baju-baju yang berantakan tersebut.
"Apa ini?"
Silfy pun mengeluarkan kado tersebut, perlahan kedua tangannya segera merobek bungkusan kado dan membuka kotak yang ternyata berisi sebuah mukenah bordir baru bermotif bunga tulip dengan warna pink, serta sebuah mushaf Alqur'an pelangi berwarna sama.
Silfy tersenyum melihat hadiah dari suaminya, kemudian ia segera melipat dan merapikan baju-baju yang berantakan.
Silfy juga merapikan lemari gantung yang juga nampak tak rapi, tiba-tiba sebuah kardus yang berada pada bagian paling bawah berukuran lumayan besar jatuh menimpa kakinya.
"Aduuuh." pekik Silfyah.
Ia pun segera meraih kotak tersebut.
"Kotak apa ini?" gumam Silfyah.
Ia pun membuka penutup kotak tersebut, terdapat beberapa album yang tampak usang didalamnya.
Silfyah mulai membuka album tersebut, matanya membulat sempurna melihat gambar seorang pria yang begitu tampan setengah badan, mengenakan peci, baju batik, dan dibawah gambar tersebut tertulis nama pemuda tersebut.
Ustadz. Muhammad Hanif Muqorrobin.
Mata Silfyah membulat tak percaya saat melihat nama yang diketik pada foto tersebut.
"Jadi.... Bang Hans.... ".
Silfyah segera membuka lembaran selanjuntnya, tampak Hans sedang memegang trophy usai menjuarai lomba kitab di Kabupaten Pasuruan, ia diapit oleh kedua orang tuanya, Almarhum Bapak Sugiono dan juga Almarhumah Bu Nanik.
Silfy terus membuka lembaran yang lain, tampak Hans sedang berpose bersama anak-anak kecil, ada juga foto-foto Hans ketika masih belajar di salah satu pesantren ternama di kota Pasuruan.
Dan foto terakhir adalah foto yang diambil pada acara pertunangannya dengan Fitri.
Keduanya tampak menunduk malu, sedang ditengah tampak Bu Nanik berdiri diantara keduanya.
"Ya Allah, ini kan wanita yang dekat dengan Mas Ilham?" gumam Silfy.
"Ya Allah sebenarnya apa yang terjadi?"
Silfy nampak bingung, ia terus bertanya-tanya, apa yang telah terjadi pada diri Hans, kenapa seorang Ustadz malah terjerumus pada perilaku-perilaku yang melanggar syari'at.
Silfyah begitu cemas menantikan kehadiran Hans, ia ingin mempertanyakan semuanya, kenapa Hans harus berpura-pura dan bersandiwara, menutupi jati dirinya.
Menjelang malam, Hans telah datang, ia tampak begitu tampan dan rapi dengan penampilan barunya mengenakan sarung, baju koko, dan peci hitam bermotif pemberian Silfy.
Hans terkejut melihat Silfy telah berdiri didepan pintu.
"Assalamu'alaikum." sapa Hans
"Wa'alaikumsalam Mas." jawab Silfy
Hans terkejut mendengar Silfy memanggilnya dengan sebutan Mas, bukan lagi Abang, dan Hans semakin tak dapat mengontrol debaran jantungnya manakala Silfy meraih tangan kanannya lalu mencium punggung tangannya, selama mereka menikah, ini kali kedua Silfy mencium tangannya, yang pertama adalah sesaat setelah akad nikah dulu.
"Silfy, tumben kamu belum tidur?" tanya Hans berusaha untuk tetap tenang.
"Silfy sengaja menunggu kedatangan Mas Hanif." jawab Silfy.
Jantung Hans serasa berhenti berdetak tatkala Silfy memanggil nama aslinya, Hanif.
"Silfy..., ddaari.... darimana kamu tahu namaku?" tanya Hanif terkejut.
Silfy tersenyum, "Masuk dulu Mas, sebaiknya kita bicara didalam."
Hanif mengangguk pasrah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar