Silfyah menerima amplop coklat dari majikannya dengan senang hati, ia kembali menerima gaji.
"Fy, bukannya suami kau itu udah kaya, tapi kenapa kau masih susah-susah kerja?" tanya Syarifah Lubna.
Silfy tergagap ia bingung hendak menjawab apa, namun ia tiba-tiba teringat akan sesuatu sesaat setelah tatapannya tertuju pada tumpukan kotak peci dietalase.
"Eh... Ummi saya sekalian mau beli kado buat suami, boleh?" tanya Silfy mengalihkan pembicaraan.
"Ya kau pilih-pilih sendirilah sana!" jawab Syarifah Lubna.
Silfy tersenyum, ia pun mengambil buku panduan tata cara sholat, kemudian memilih dua helai sarung, dua baju koko berwarna putih dan biru laut, sajadah, peci hitam bermotif bordir dipinggirannya, dan sebuah tasbih, tak lupa juga ia membeli mushaf Alqur'an untuk Hans.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Silfy berjalan menyusuri trotoar dengan semangat dan riang, ada kebahagiaan yang memahat dikalbunya karena Hans yang telah berubah.
Ia menyeberang jalan, melewati gedung Staipana, kemudian terus melangkah melewati pertokoan swadesi, terus mempercepat langkah agar segera sampai di jalan Belimbing.
Sampai dirumah Silfyah segera menemui Hans yang tengah sibuk memberi makan ikan dikolam samping rumah.
"Assalamu'alaikum, Bang." sapa Silfy.
"Wa'alaikumsalam, Silfy, baru pulang?" tanya Hans riang.
Hans segera meletakkan bungkus plastik berisi butiran-butiran makanan ikan Mas, kemudian ia mencuci tangan, lalu melapnya hingga kering dengan serbet yang telah ia siapkan.
Tiba-tiba Silfy menarik lengannya.
"Ikut Silfy Bang?!" ajaknya.
Hans tersenyum saja mengikuti langkah gadis itu yang terus menuntunnya, Bu Yati menatap tak percaya kala melihat putrinya mulai dekat dengan Hans, sedang Hans sengaja mengerlingkan mata kepada Ibu mertuanya sebagai wujud ungkapan kebahagiaan karena Silfy mulai mau berdekatan dengannya.
Bu Yati tak kuasa menahan tawa bahagia melihat anak dan menantunya telah begitu dekat dan akrab.
Silfy menuntun Hans menuju kamar.
"Ada apa Fy? Apa kamu mau kita..."
Silfy segera melotot. "Jangan mikir yang bukan-bukan Bang, ini Silfy bawain pakaian buat Abang sholat, biar lebih afdhol." ujar Silfy seraya membawa bungkusan plastik yang dibawanya sedari tadi.
"Apa ini Fy?" tanya Hans heran
"Buka aja sendiri Bang."
Hans segera membuka tas plastik tebal yang bertuliskan nama toko tempat Silfy bekerja, toko "Arofah".
Hans mengeluarkan satu persatu isi tas tersebut yang berisi dua baju koko, dua helai sarung, dua buah peci, sajadah, Mushaf, dan juga tasbih.
"Ya Allah, Silfy, ini...kamu....." Hans tak mampu berkata-kata.
Silfy membuatnya tak kuasa menahan haru.
"Abang belum hafal sholat kan?" Itu ada buku panduannya tadi Silfy belikan, segera hafalin Bang!" perintah Silfy.
Hans tersenyum riang. "Polos sekali kamu Fy, apa kamu fikir aku ini nggak tahu dan bener-bener nggak bisa ya? Tapi sudahlah, aku terlanjur bersandiwara " batin Hans.
"Ajarin ya?" pinta Hans.
"Ya udah duduklah Bang!" ujar Silfy.
Silfy mulai menjelaskan semuanya tentang bacaan-bacaan ketika sholat kepada Hans, mereka duduk berdampingan, Silfy memberikan contoh bacaan, Hans pun menirukannya, layaknya murid tpq yang sedang belajar kepada Ustadzahnya.
Satu, dua, kali, terus berulang-ulang, Hans mulai jenuh.
"Fy, aku capek." rengek Hans manja sembari menyandarkan kepala dibahu Silfy.
Silfy segera mengangkat kepala Hans.
"Apaan sih Bang?"
"Aku ngantuk Fy"
"Kalau belajar yang serius dong Bang?" protes Silfy.
"Lanjut nanti lagi ya? Janji deh nanti aku hafalin." ujar Hans
"Bener?"
"Iya."
"Awas kalau nanti nggak hafal, Silfy bakal kasih tes."
"Iya Neng." jawab Hans yang mulai lelah.
"Kalau gitu sekarang dicoba dulu bajunya Bang, takutnya nggak pas." pinta Silfy.
"Iya, siap." sahut Hans
Hans segera mengenakan baju koko putih pemberian Silfy, berikut dengan sarung dan juga peci.
Beberapa menit kemudian, Silfy tak sadar, ia terpana akan ketampanan Hans mengenakan pakaian muslim, selama ini ia belum pernah melihat Hans memakai pakaian tersebut.
"Udah pas Fy. " ujar Hans sembari mematut diri dihadapan Silfy.
Sementara gadis didepannya sama sekali tak berkedip, Hans terlihat sangat tampan, bahkan bila dibandingkan dengan Ilham, sebenarnya ia jauh lebih tampan, hanya selama ini ia terlihat buruk karena perilakunya.
"Fy... " panggil Hans.
Tersadar, Silfy segera membuang muka, entah mengapa, tiba-tiba saja ia merasakan jantungnya berdebar-debar tak karuan.
"Bagaimana?" tanya Hans
Ia tahu gadis didepannya mulai salah tingkah, sengaja ia mendekat.
"E..... I... Iya, udah bagus, Bang." tutur Silfy.
"Masak bagus doang, cakep nggak?" tanya Hans.
Silfy terdiam, susah baginya untuk berdusta bahwa Hans memang benar-benar tampan.
"Silfy mau kedapur dulu Bang." jawab Silfy.
Silfy segera bangkit dan buru-buru melangkah pergi, namun tiba-tiba Hans menahan langkahnya.
Hans tak dapat menahan perasaan bahagia, karena Silfy sudah mulai mau berbicara banyak padanya setelah sekian lama diam membisu, ia senang karena Silfy sudah mulai membuka hatinya setelah sekian lama membeku, ia juga senang karena Silfy mulai perduli dan memberinya perhatian setelah sekian lama ia rasakan kebencian yang teramat besar dari gadis tersebut
Kedua mata mereka bertemu, saling memandang, Silfy tak mampu berkata-kata, ia ingin menghindar namun tak kuasa, ia ingin menolak namun tak bisa.
Hans kian mendekatkan wajahnya, Silfy segera menutup mata, ia tak berani melihat, entah apa yang akan Hans lakukan padanya, hendak meronta, namun hati tak lagi mampu bersikap jumawa.
Hans mendaratkan ciuman dipipi gadis tersebut.
"Terima kasih Fy, atas kesempatan yang kau berikan padaku." bisik Hans lirih.
Silfy tak lagi mampu menguasai perasaannya, ia segera berlari keluar kamar.
Dengan cepat gadis itu pergi ke dapur, tangannya gemetaran mengambil air minum, jantungnya berdetak tak karuan, darah berdesir hangat menjalari seluruh tubuh, ia merasakan sebuah perasaan aneh yang tak pernah ia rasakan sebelumnya, jika awal mula ia merasa jijik berdekatan dengan Hans, namun kini selusup rasa rindu dan sayang mulai bermekaran dihatinya.
"Ya Allah apa yang ku rasakan ini?" batin Silfy.
Silfy memegang pipinya sendiri, lembut bibir Hans masih terasa dipipinya, wajahnya merah merona bagai tomat yang sedang matang-matangnya, seutas senyum terlukis begitu saja dari bibinya, bagai pelangi yang melingkari awan dengan warna warni kebahagiaan.
Sementara Hans, ia jauh lebih bahagia, ia kembali menemukan semangat hidupnya, ia kembali mendapatkan cahaya, tujuan hidup yang sempat suram, terseok-seok jatuh dalam jurang kenistaan, kini mulai meniti jalan yang lurus.
"Terima kasih Ya Allah, karena Engkau telah mempertemukan hamba dengan bidadari." ucap Hans.
Hans melangkah mendekati figura berwarna kuning keemasan yang membingkai foto pernikahannya dengan Silfy.
"Aku mencintaimu Fy." ucap Hans lirih.
Ia mulai melupakan Fitri mantan kekasih yang selalu mencampakkannya dan menolak cintanya, ia juga berharap Silfy mau menerima cintanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar