Hans kembali menghampiri meja nomor sepuluh, dimana mertua dan juga istrinya tengah duduk menanti hidangan yang disiapkannya.
"Mari silahkan dinikmati, jangan lupa saran kritiknya ya?" tutur Hans bersemangat.
Ia pun meletakkan tiga mangkok, satu menu mie ayam bakso, dan dua mangkok lainnya berisi bakso solo, dengan porsi lengkap, ada bakso urat, bakso telur, tahu, dan gorengan.
Silfy menatap tak percaya, penampilan bakso dihadapannya benar-benar menggugah seleranya, bakso adalah makanan favoritnya.
Hans tersenyum senang, "Silahkan dinikmati Fy, dijamin seratus persen halal, karena ini dibuat dari daging sapi asli."
Silfy tersenyum kecut, ia melihat segerombolan laki-laki mengenakan seragam coklat masuk kedalam kedai tersebut.
"Ya Allah, apa jangan-jangan Bang Hans...." batin Silfy.
"Selamat siang saudara Hans." sapa salah seorang pria yang berprofesi sebagai polisi.
Hans segera berbalik, ia tak asing lagi dengan suara tersebut.
"Pak Rico?" sambut Hans senang.
Ia segera menjabat tangan polisi tersebut.
"Wah selamat ya Hans, kedai kamu ramai sekarang."
"Iya syukurlah Pak."
"Baik, saya pesan 6 porsi sekalian makan siang bersama anak buah saya."
"Oh iya, iya, mari silahkan duduk dulu Pak." ucap Hans senang.
Ia pun segera melayani polisi-polisi tersebut yang hendak menikmati makan siang di kedai Hans yang dimodif dengan dekorasi dengan nuansa ala jepang.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷
=====================================================================
Ilham barusaja selesai meeting disalah satu perusahaan, ia menangani proyek pembangunan rumah didaerah Bungurasih.
Fitri sebagai sekretaris kantor turut menemaninya, membawa beberapa proposal.
"Ham, kita makan siang yuk?!" ajaknya.
"Kamu mau makan dimana?" tanya Ilham sembari menyetir mobil.
"Aku dengar ada kedai bakso baru, dan beberapa orang dikantor, rasanya enak, kita kesana saja gimana?"
"Dimana?" tanya Ilham.
"Didaerah Wonokromo, nama kedainya kalau gak salah, Kedai Asmara.".
"Wah lucu juga ya nama kedainya." sambut Ilham.
"Iya, benar." jawab Fitri.
Ilham segera melajukan mobilnya menuju lokasi yang diinfokan oleh Fitri, tak butuh waktu lama, merek pun sampai.
Mereka berdua berjalan bersama memasuki kedai Asmara yang bernuansa ala-ala Negeri Sakura.
Silfy menatap tak percaya saat laki-laki yang telah mendetakkan jantungnya dengan cepat karena dentuman rasa cinta beberapa waktu lalu muncul kembali bersama wanita yang sama, yang ia lihat di mall dan juga resto Al Hambra.
"Hans?" sapa Fitri.
Ia menatap Hans dengan tatapan terkejut sekaligus tak percaya.
"Fitri?" ucap Hans yang tak kalah terkejut.
Ilham menatap mereka berdua, ia pun memalingkan wajah dan ia turut terkejut melihat Silfy beserta kedua orang tuanya berada disatu tempat yang sama.
"Ya Allah Silfy." batin Ilham.
Ia masih merasakan rindu pada gadis yang memiliki ceruk yang lumayan dalam ketika ia tersenyum.
Silfy segera meletakkan sendok dan garpu ke dalam mangkuk, baksonya belum habis. Ia segera bangkit, dan melangkah mendekati Hans, tangan kanannya bergerak mengambil sapu tangan dari saku bajunya, lalu tiba-tiba ia melap keringat didahi Hans sengaja ingin membuat kekasihnya cemburu.
Hans terpaku mendapat perhatian yang begitu mendadak dari istrinya.
"Silfy bantu ya Bang?" ujar Silfy sembari tersenyum begitu manisnya
Ilham menunduk, cemburu melihat kekasih hati memberikan perhatian lebih kepada laki-laki lain, meski ia sadar Hans adalah suaminya, namun tetap saja hatinya merasa nyeri.
Ilham melangkah masuk, dan memilih tempat duduk paling ujung, Fitri pun membuntuti langkahnya.
Sementara Silfyah mulai bekerja, menata mangkuk-mangkuk.
"Silfy, duduklah, biar aku dan anak-anak yang mengerjakan ini." perintah Hans.
Hans sadar, Silfy melakukan semua itu karena ingin membuat Ilham cemburu.
"Biarlah Bang, Silfy gak bisa tinggal diam melihat Abang kerja sendiri," jawab Silfy.
Meski ia hanya berpura-pura, namun ia harus tetap bersandiwara agar Ilham tahu bahwa ia juga bisa abaikan perasaannya.
"Lalu, ini bagaimana Bang? Apa yang harus Silfy campurkan?" tanya Silfy.
Aroma bunga menguar dari tubuh gadis belia tersebut seketika membuat Hans gugup.
"E... baiklah, biar aku beri contoh." tukas Hans berusaha mengalihkan rasa gugupnya.
Ia mulai menuangkan bihun ke dalam mangkuk, kemudian bawang goreng, serta irisan seladri.
Silfy mulai mengikuti apa yang menjadi arahan Hans, mereka berdua bekerja bersama, sementara Hans kembali memeriksa adonan mie yang direbusnya apakah sudah benar-benar matang atau masih kurang
"Lihat tuh Pak, Silfy sudah mulai berubah, Semoga pada akhirnya anak kita bisa mencintai Hans ya Pak?" ujar Bu Yati senang.
"Iya Bu." jawab Pak Rustam nampak sangat bahagia.
🌷🌷🌷🌷🌷
Hans terus menatap Silfy yang tengah khusyuk melaksanakan sholat ashar didalam kamarnya.
sesaat setelah Silfy selesai berdoa, Hans segera menghampirinya.
"Silfy."
"Ada apa Bang?" jawab Silfy dingin.
"Kamu mau nggak ajarin aku sholat?" tanya Hans kemudian.
Silfy menatap tak percaya, ia benar-benar ragu sekaligus kaget mendengar kata-kata Hans yang baru saja diucapkan.
"A...apa? Bang Hans mau...."
"Iya Fy, aku ingin taubat, kamu mau kan ajarin aku sholat?"
"Bang Hans serius?" tanya Silfy masih tak percaya.
"Aku serius Fy."
"Alhamdulillah." batin Silfy senang.
Ia kembali teringat akan pesan-pesan Bu Nyai Ucik dalam ceramahnya beberapa waktu yang lalu.
"Fy, kamu mau kan?" tanya Hans sekali lagi.
"Ya Allah Bang, tentu Silfy mau." jawab Silfy senang.
Ia benar-benar terharu mendengar ucapan Hans ingin bertaubat, kembali ke jalan yang benar, mau melaksanakan perintah-Nya.
Hans berdiri, "Ya sudah, kita mulai ya?"
Silfy mengangguk senang.
"Tapi Abang harus berwudhu' dulu Bang."
"Aku nggak bisa, apa itu wudhu'?" tanya Hans.
"Ya Allah, ini orang bener-bener ya, wudhu' aja kagak tau." batin Silfy.
"Wudhu' itu merupakan salah satu di antara cara untuk menghilangkan hadats Bang, yakni hadats kecil. Wudhu biasanya dilakukan sebelum ibadah yang mengharuskan adanya kebersihan dan kesucian dari hadats kecil bagi yang akan melakukan ibadah tersebut, seperti contoh shalat." jelas Silfy panjang lebar.
Hans manggut-manggut seolah telah mengerti.
"Kamu mau kan ajarin aku cara-cara wudhu'? " tanya Hans.
Silfy mendengkus kesal. "Abang gak pernah ngaji dulu waktu kecil?" tanya Silfy heran
"Enggak, pernah si aku dimasukin ke mushollah sama Bapak suruh ngaji tapi aku bolos terus." terang Hans.
Silfy menghela nafas kasar, Hans tersenyum melihatnya.
"Udah tau niatnya belum?" tanya Silfy.
"Emang ada niatnya?"
"Ya iyalah Abang, kalau gak niat dulu, kagak sah itu wudhu'nya."
"Oh begitu ya Bu Guru."
"Iya dan satu lagi wudhu' itu juga bisa batal karena beberapa sebab." jelas Silfy.
"Apa saja sebab yang bisa batalinnya Neng?'
"Pertama keluarnya hadats dari dua jalan yaiti qubul dan dubur, misal kentut, kedua tidur, ketiga ketika kulit laki-laki bersentuhan dengan kulit wanita yang bukan mahrom, ke empat mabuk." jelas Silfy sembari menatap tajam.
Hans tersenyum meringis, memahami maksud Silfy, "Hehehe iya Abang janji gak akan mabuk lagi Neng."
"Terus niatnya gimana Neng?"
"Abang baca Nawaitul wudhu'a lirof'il hadatsil asghori fardhon lillahi ta'ala."
" Terus cara wudhu'nya gimana?"
"Ya ampuuun bisa gila aku kalau begini, ngalah-ngalahin ngajarin anak TK kalau begini." batin Silfy.
"Ya udah Abang ke kamar mandi dulu aja, Silfy ajarin."
Hans tertawa menang. "Siap tuan putri."
Laki-laki bertubuh kekar itu segera masuk kedalam kamar mandi, ia masih menantikan Silfy yang masih mengenakan mukenanya.
Hans tercengang saat melihat Silfy membiarkan rambut hitamnya yang panjang sebahu tergerai begitu saja, kian mempertegas kecantikan wajahnya.
Silfy terpaksa menanggalkan hijabnya demi mengajarkan suaminya tata cara wudhu' yang benar, agar Hans dapat belajar dengan sempurna.
Gadis itu tak tahu, jika Hans tak kuasa menahan debaran jantungnya saat melihat kecantikan wajahnya yang begitu sempurna.
"Perhatikan ya Bang, pertama kita basuh tangan terlebih dahulu, kemudian menyesap air hidung sebanyak tiga kali, lalu berkumur, barulah itu niat dibaca." jelas Silfy.
Hans masih terbengong-bengong menikmati kecantikannya.
"Bang, denger nggak?" tanya Silfy saat tahu Hans terus memandangnya.
"Eh iya, apa saja tadi?"
"Tuh kan Abang nggak serius."
"Iya maaf Fy, bisa diulang nggak?"
"Awas kalau bengong lagi!" ancam Silfy.
Hans kemudian mendengarkan penjelasan Silfy,
"Setelah baca niatnya baru Abang usap wajah, kemudian kedua tangan diawali tangan kanan terlebih dahulu, dari ujung jari sampai mata siku, lalu tangan kiri, sebagian rambut kepala, kedua telinga, baru terakhir, kedua kaki, sama kayak tangan, diawali kaki kanan terlebih dahulu." jelas Silfy panjang kali lebar.
Hans manggut-manggut, ia mulai mengerti.
"Sekarang Abang perhatikan baik-baik, Silfy kasih contoh prakteknya."
"Iya."
Silfy kemudian mulai mempraktekkan tata cara wudhu' yang benar, sembari sesekali memberi penjelasan akan batasan-batasannya.
"Coba sekarang, Abang praktikkan?!" pinta Silfy.
"Iya Neng, siap."
Hans segera mempraktekkan seperti apa yang Silfy contohkan kepadanya, dan semuanya dilakukan dengan benar.
"Nah gitu Bang." ucap Silfy merasa puas.
"Gimana udah benar?" tanya Hans memastikan."
"Iya, udah benar Bang."
Silfy hendak beranjak pergi,namun Hans menahan lengannya.
"Belum selesai Fy" tukas Hans.
"Apalagi Bang?" tanya Silfy.
Hans mulai usila, ia sengaja mencipratkan air ke wajah gadis cantik itu sembari tertawa riang.
"Bang Hans?" ucap Silfy terkejut.
Gadis itu mulai kesal karena Hans sengaja mengerjainya, Hans masih tertawa dengan riangnya, tak mau kalah, Silfy segera meraih gayung, mengambil air lalu balas menyiramkannya ke kepala Hans.
Tak sadar, Silfy mulai tergelak dengan riang melihat Hans yang basah kuyup karena ulahnya, Hans kembali membalasnya dengan menyiratkan air dengan tangannya kea arah Silfy, keduanya mulai basah kuyup.
Mereka berdua tertawa dalam canda, terlupa akan luka dan amarah yang sempat meraja dalam kalbu yang sempat merana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar