"Aku sudah memikirkanny matang-matang sayang, dan ini adalah keputusan terbaik untuk anak kita." Jelas Faldi setenang mungkin.
"Dengan kita menikahkan Jeyya dan Devano, kita akan lebih tenang karena Devano akan bisa menjaga Jeyya. Aku kasihan Jeyya harus terus dikawal oleh Bima dan Fatah. Setidaknya jika Devano menikahi Jeyya, dia bisa melindungi Jeyya dari orang-orang yang membenci kita." Lanjut Faldi. Nayya yang mendengarnyapun cukup mengerti dan berpikir kembali.
"Kamu benar juga, dan sepertinya kita akan mendapatkan cucu lebih cepat." Antusias Nayya. Entah kenapa dia malah berpikir kearah sana.
"Kamu benar sayang. Lagi pula yang kulihat Devano orang yang berwibawa dan tampan. Dia juga anak pemberani. Aku yakin dia bisa meindungi Putri kecil kita." Jawab Faldi dengan seulas senyuman yang ia lontarkan pada sang istri yang ada dalam rangkulannya.
*
Jeyya terus menangis didalam kamarnya, bahkan sampai sekarang sudah larut malam pun dia tidak keluar dari kamarnya. Itu membuat orang tuanya khawatir karena Jeyya melewatkan makan malamnya.
'Tokk..tokk..tokk.'
Pintu kamar Jeyya diketuk beberapa kali. Jeyya yakin itu adalah mamanya yang akan memaksa dia agar makan.
Jeyya turun dari tempat tidurnya dan berjalan lunglai untuk membuka pintu.
"Jeje kamu makan dulu ya sayang," Kata Naya saat anaknya membukakan pintu.
"Jeje gak lapar ma." Tukas Jeyya yang berbalik kembali ketempat tidur.
"Tapi sayang, nanti kamu sakit." Naya sangat mengkhawatirkan kondisi anaknya.
"Jeje kesel sama papa ma, Jeyya masih SMA dan Jeyya belum mau menikah!" Akhirnya Jeyya kembali menangis dipelukan mamanya.
"Stt sayang, ini semua papa lakukan demi kamu. Anak itu sudah merebut harga diri kamu, apa kamu tidak mau dia betanggung jawab?" Tanya Naya sambil mengelus sayang kepala putrinya.
"Bukan begitu ma, disini Jeyya yang salah dan dia adalah korban. Dan soal first kisa Jeyya, Jeyya sudah mengikhlaskannya karena itu kecelakaan! Jeyya belum siap menikah!" Jeyya sudah tidak tahan lagi. Dia masih kelas sebelas dan harus menikah diusianya yang masih belia?
"First kiss adalah hal yang berharga Jeyya, meskipun banyak diluar sana tidak menganggapnya seperti itu, tapi tetap saja itu pelecehan. Dan mama sudah menyetujui jika kamu harus menikah dengan Devano. Mama dan papa yakin ini yang terbaik utuk kamu." Jelas Naya yang malah membuat tangisan Jeyya semakin pecah.
"Dan ya, jika kamu menerima pernikahan ini, mama dan papa bakal bebasin kamu dari Bima dan Fatah. Dia gak bakalan ngintilin kamu kemana-mana." Lanjut Naya sambil melangkah keluar dari kamar putrinya.
'Beneran?' Batin Jeyya. Dia senang medengar hal itu. Dia akan terbebas dari pengawasan selama ini.
Jeyya langsung meloncat-loncat diatas kasur saking bahagianya dan berjoget kesana kemari seperti orang gila.
"Tapi tunggu," Jeyya menghentikan aktivitasnya.
"Jadi gue harus nerima pernikan konyol ini?" Tanyanya pada diri sendiri.
"Aaaargh!! sial!" Teriak Jeyya tiba-tiba menggelegar dipenjuru kamarnya. Untung saja kamarnya kedap suara. Kalau tidak, habis dia dimarahi papanya.
*
Disislain, kini Devano sedang berjalan bolak-balik bak setrika. Kedua orang tuanya yang sudah jengah dengan tingkah anaknya itu mulai kesal.
"Ya sudah tanggung jawab saja. Toh ini juga salah kamu." Ucap Faisal jengah.
"Tapi Pa, tadiakan sudah aku jelaskan. Disini yang korban ini aku." Jawab Devano malas karena orang tuanya tidak mengerti.
Sebelumnya Devano sudah menceritakan semuanya pada kedua orang tuanya. Karena saat pulang sekolah Devano terlihat lesu dan terdapat sedikit lebam di bagian bibirnya, sontak kedua orang tuanya yang sedang menonton tv menjadi wartawan dadakan. Dan apa reaksi yang mereka tunjukan? Orang tua macam apa yang malah tertawa mendegar anaknya dalam masalah.
"Iya sayang, mama ngerti. Tapi, meskipun itu tidak sengaja, sebagai seorang laki-laki harus bertanggung jawab. Wanita mana yang rela kesuciannya direnggut. Meskipun hal kecil sekalipun." Salasa mencoba memberi pengertian pada anaknya.
"Jadi bagaimana ini? besok aku harus datang lagi keneraka itu. Dengan membawa kalian dan harus menikahinya? Atau aku akan dipenjara!" Devano benar-benar kesal. Masa dia harus menjadi suami diusianya yang masih muda.
"Sudah, besok kita akan datang kesana. papa dan mama akan coba berbicara pada mereka." Faisal mencoba melerai membicaraan ini.
Faisal juga sempat berpikir ini adalah hal konyol. Tapi, mengingat masa lalunya yang berakhir harus menikahi salsa karena kesalahfahaman, dia jadi terkekeh mendengar cerita anaknya yang persis dialami olehnya.
Mungkin ini terlihat sangat konyol. Hanya karena kesalahan kecil mereka harus disatukan dalam ikatan. Tapi percayalah, yang namanya sebuah takdir tidak akan salah sasaran.
*
'Tokkk..tokk..tokk'
Pintu kediaman Faldi diketuk beberapa kali. Siapa pagi-pagi begini yang bertamu? Naya akhirnya berniat membukanya.
"Ya, sebentar." Teriak Naya dari dalam.
"Eh kamu," Ucap Naya yang sedikit terkejut melihat Devano yang sudah rapi dengan pakaian sekolahnya.
Devano hanya tersenyum kikuk dan menggaruk pelipisnya yang tak gatal.
"Ayo masuk dulu." Ajak Naya dan diangguki oleh Devano.
Devano dipersilahkan duduk di sofa ruang keluarga, sedangkan Naya dia berjalan keatas entah mau kemana.
Jeyya menggeliat dari tidunya. Suara ketukan pintu benar-benar mengganggu mimpi indahnya. Ia melirik jam diatas nakas dekat tempat tidurnya. Ini baru jam 6 dan dia masih ada waktu seperempat jam lagi untuk tidur.
"Jeje sayang, cepat bangun!" Teriak Naya sambil menggedor pintu kamar Jeyya.
"Anak gadis kok kebo banget." gerutu Naya. Jeyya memang begitu. KEBO.
Karena mamanya itu tidak akan pernah berhenti sampe Jeyya buka pintu, akhirnya Jeyya menyerah dan bangkit untuk membuka pintu.
"Ada apa si ma? Jeje masih ngantuk." Ucap Jeyya dengan mata setengah tertutup.
"Ya ampun, ini udah jam 6, setengah jam lagi sekolah masuk. Dan dibawah sudah ada Devano."
Mendengar nama itu, Jeyya membulatkan matanya. Rasa kantuknya seketika hilang. Nama itu, nama dan orang yang Jeyya benci setelah kemarin. Orang asing yang telah mencuri sesuatu yang sangat ia jaga.
"Ada apa dia kesini? Jeje gak mau liat muka dia!" Jeyya malah kesal sendiri.
"Yaudah kamu sekarang mandi dan segara besiap. Nanti kamu kesiangan lagi." Setelahnya Naya berlalu.
"Nak Devano ada sepagi ini kesini?" Tanya Naya basa-basi.
"Emm, jadi gini tante, Vano cuma mau bilang kalo Vano ajak orang tua Vano kesini nanti setelah pulang sekolah. Vano bakal tanggung jawab kok." Jelas Vano panjang lebar. Entah kemana sikap dingin dan cuek Vano. Jika berhadapan dengan keluarga ini rasanya Devano seperti ciut dan menjadi orang yang lebih hangat.
Naya tertawa mendengar penjelasan Devano.
"Tente pikir kamu mau menjemput Jeje." Naya kembali tertawa. Devano yang merasa kikuk hanya bisa tersenyum dengan paksa.
"Hehe, Yaudah tante Vano pegi dulu." Ucap Devano hendak berdiri.
"Ehh, ayo ikut sarapan dulu, ini kan masih pagi. Tante juga mau nitipin Jeje sama kamu, kamu mau ya berangkat bareng Jeje. Sekalian pendekatan." Pinta Naya panjang lebar.
Sedangkan Devano entah kenapa tidak bisa menolak dan merutuki dalam hati kenpa harus datang kerumah neraka ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar