Mentari bersinar begitu cerah, panasnya menyengat kulit, meneteskan peluh didahi, namun tak menyurutkan niat Ilham untuk segera menemui gadisnya, dengan mengendarai mobil kijang LGX tahun 1999 berwarna silver bekas yang baru dibelinya usai memenangkan salah satu tender proyek besar.
Ilham segera melajukan mobilnya menuju kediaman Silfyah, ia tak sabar untuk segera mengikat kekasih hati dalam ikatan suci pernikahan.
Laju mobil terhenti tepat didepan tenda, janur kuning melengkung menghias didepan tenda berwarna ungu.
"Siapa yang menikah?" gumam Ilham pelan.
Ia segera turun dari mobil, tak lupa kado yang telah ia siapkan dijok samping segera ia rengkuh berisikan mukenah bordir bermotif bunga mawar yang ia pesankan khusus kepada Bundanya.
Mata Ilham membulat sempurna kala membaca ukiran nama sepasang pengantin yang tengah berdiri dipelaminan didalam tenda tepat didepan rumah, disaksikan tamu undangan yang lumayan ramai.
"Silfiyah & Hanif"
Tulisan tersebut terpampang jelas dipapan gabus yang dihias ukiran.
Derai air mata tak kuasa tertahan, mengalir begitu saja, sia-sia sudah usahanya selama ini, kekasih hatinya tak lagi sabar menantinya selama 6 purnama.
Dadanya mendadak sesak, perih menyayat hati, menggoreskan luka yang teramat dalam, tubuhnya lemas, Ilham bersandar diantara body mobil, tangan dan kaki bergetar hebat seakan tak lagi mampu menopang tubuhnya yang kurus.
"Ya Allah, Astaghfirullah." ucap Ilham.
💔💔💔💔💔
=====================================================================
Air mata Silfyah kian deras kala menatap dirinya didepan cermin, mengenakan kebaya putih dan jilbab putih, beberapa menit kemudian ia akan menikah dengan laki-laki yang tak dicintainya sama sekali.
Suara motor menderu-deru, rombongan pengantin pria telah datang, iring-iringan motor gede bak persiapan audisi balapan sirkuit terdengar riuh memecah kesunyian dikampung baru.
Para tetangga, mulai dari yang tua renta hingga bayi yang masih merah sengaja dibawa keluar rumah untuk menyaksikan pertunjukan gratis, mempertontonkan rombongan pengantin yang membawa 50 motor melewati jalan kecil itu dengan penuh kebahagiaan.
Geng 49 adalah gerombolan rekan-rekan Hans yang didominasi para pemuda-pemuda dari berbagai kampung.
Hans berada dideretan tengah mengendarai motornya dengan mengenakan setelan jas, ia begitu percaya diri, senyum manis tak henti menghiasi wajah tampannya.
Silfyah ingin berlari, namun ia tak kuasa, ia terus terisak manakala mendengar Hans mengucapkan kata ijab qobul dengan tegas dan penuh keyakinan.
Hans tersenyum puas penuh kemenangan, ia mengucap wajahnya dengan kedua tangannya usai mendengar kata Sah dari bibir penghulu dan para saksi nikah.
Pak Rustam dan Bu Yati tampak sangat bahagia, terlebih Bu Yati ia sengaja memamerkan perhiasan yang melekat ditubuhnya, kalung emas yang menjuntai panjang didada, dan gemerincing gelang keroncong yang melingkar di tangan kanan kiri kepada segenap tamu yang hadir.
Tak pelak bisik-bisik ibu-ibu yang hadir mulai terlihat jelas dibeberapa sudut namun tak lagi diperdulikannya, penampilan sederhana sebagai penjual nasi pecel kini berubah seratus delapan puluh derajat sebagai ibu-ibu sosialita sebagai orang kaya baru, atau baru kaya.
Silfiyah merasakan kursi pelaminan seakan dipenuhi duri yang menyakitkan baginya, air matanya tak jua dapat ia hentikan, Hans yang duduk disampingnya seakan tak perduli dengan perasaannya, ia terus saja menyeringai puas nan bahagia.
Silfiyah menatap tak percaya pada sosok laki-laki yang berdiri diantara deretan tamu undangan yang hadir hendak memberi ucapan selamat.
Jantungnya berdetak cepat saat manik matanya bertemu dengan mata coklat yang menatapnya dengan sendu, menahan segala sakit dan rindu yang tak berujung.
"Mas Ilham." batin Silfyah.
Sekujur tubuhnya mendadak terasa kaku tak mampu bergerak, laki-laki yang selalu disebut dalam bait doa diharap sebagai imam, nyatanya kini malah hadir sebagai tamu dihari pernikahannya yang begitu memilukan.
Ilham memberi ucapan selamat kepada Hans.
"Selamat ya Kawan, Semoga kalian bahagia." ucap Ilham seraya tersenyum menahan rasa pahit.
Hans menatap heran, ia sama sekali tak mengenali Ilham, namun ia tetap menyambut laki-laki yang mengenakan baju koko putih dan sarung berwarna hijau itu dengan ramah.
"Terima Kasih Bro." jawab Hans sumringah.
Ilham menatap Silfyah dengan pilu, ia pun menyerahkan kado ditangannya kepada Silfiyah, tak ada sepatah katapun yang mampu diucapkan.
Ilham tersenyum kecut, usai memberikan kado, ia segera berbalik, meninggalkan pelaminan.
Silfyah tak mampu menahan derasnya air mata manakala menatap laki-laki yang dicintainya itu menahan luka.
Ia hanya bisa menatap punggung Ilham yang terus melangkah berlalu dari hadapannya, hingga hilang, keluar dari tenda.
Air mata tak lagi dapat ditahan, Ilham menangis didalam mobil, menatap nanar janur kuning yang masih segar didepan tenda.
Harusnya ia yang berdiri disamping Silfyah, namun takdir berkata lain, Silfiyah justru bersanding dengan laki-laki lain.
Ilham tak berdaya, ia seakan merasa keringatnya mengalir sia-sia, usaha yang tengah dirintis dan mulai membuahkan hasil nyatanya tak mampu mempersatukan dirinya dengan gadis pujaan hati yang ingin segera dinikahinya.
Ilham mengusap air matanya, mencoba menengkan hati.
"Kenapa Dik? Kenapa kamu nggak sabar tunggu aku?" ucapnya lirih.
Perlahan mobil silver itu segera mundur dan pergi meninggalkan meriahnya pesta pernikahan Silfiyah dan Hans.
Lagu berjudul Asmara yang dibawakan Setia Band mengiringi laju mobil tersebut, mewakili perasaan hati Ilham yang hancur lebur, terluka karena Cinta yang tak mampu digapainya.
💔💔💔💔💔
Ilham menenagkan diri dengan berdzikir di area makam KH. Abdul Hamid Pasuruan.
"Ya Allah, bimbinglah hamba agar hamba bisa segera melupakannya." ucap Ilham.
Ia segera keluar dari area makam setelah merampungkan doa.
"Semoga kamu bahagia Dik Silfy." ucapnya lirih.
Daun-daun kering berguguran dari pohon yang berada diarea makam, persis seperti harapannya yang telah gugur sebelum berbunga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar