Ketika cinta bagai sebatas angan yang menjelma bagai fatamorgana, seakan susah untuk digapai, lelaki yang diidamkan berada nun jauh tak tau rimbanya, tak dengar kabarnya, seakan menghilang bak ditelan bumi.
Silfyah menatap nanar mushaf pemberian Ilham, sudah empat purnama berlalu, tak ada kepastian, hatinya gamang, rasa rindu membuat dada terasa sesak, air mata melesak hendak keluar, bagai mendung gelap yang siap menumpahkan milyaran air hujan sederas mungkin.
🍂🍂🍂🍂🍂🍂
Hans kembali mendatangi kediaman Pak Rustam, kedua lelaki itu sedang bernegosiasi.
"Maaf Hans, Bapak belum ada uang untuk membayar hutang-hutang Bapak, tapi Bapak janji akan membayar semuanya, jika nanti malam Bapak menang, pasti Bapak akan lunasi semua ya?" rayu Pak Rustam gemetaran.
Hans menatapnya tajam
"Maaf Pak, saya sudah banyak membuang-buang waktu, kalau Bapak tak lagi bisa melunasi semuanya pilihannya hanya ada dua, penjara, atau....." Hans tak melanjutkan kalimatnya.
"Apa? Penjara? Jangan Nak Hans, tolong jangan penjarakan Bapak, Bapak janji akan lunasi semua tolong Nak?" Pak Rustam terus memohon.
"Saya akan anggap lunas semua hutang-hutang Bapak, tapi dengan satu syarat.."
"Apa itu Nak Hans? Pasti akan Bapak lakukan." jawab Pak Rustam dengan raut wajah senang.
"Nikahkan anak Bapak dengan saya, maka semua hutang-hutang Bapak Lunas" tegas Hans menatap tajam laki-laki paruh baya dihadapannya.
Pak Rustam tertawa
"Hahahaha, jadi cuma itu syaratnya Nak?" tanya Pak Rustam kemudian.
"Iya, bagaimana?" tanya Hans
"Tentu sangat bolehlah, gampang itu, baik, saya akan nikahkah anak saya Silfy denganmu." jawab Pak Rustam penuh kemantaban.
Laki-laki berkumis tebal itu menatap Hans dengan penuh keyakinan.
"Wah..., Mimpi apa aku bakal punya calon mantu kaya raya begini, asyiiik, aku bisa peras dia, tanpa perlu susah-susah pinjam uang buat judi lagi." batin Pak Rustam senang.
Hans tersenyum puas, tak susah baginya merayu Pak Rustam, hutang sebesar 20 juta yang dipinjam oleh laki-laki itu akan segera terbayar dengan mendapatkan Silfyah putrinya.
Kedua laki-laki itu saling berjabat tangan dan menyeringai penuh kemenangan.
🍂🍂🍂🍂🍂🍂
=====================================================================
Silfyah memeluk erat Bu Yati, tangisnya pecah, kala memdengar kata-kata Pak Rustam yang hendak menikahkannya dengan Hans, laki-laki yang sama sekali tak dicintainya, laki-laki yang secara kasat mata tak patut dijadikan imam, pemabuk, bandar judi, jauh dari kata sholih, jauh dari agama.
"Kamu wajib nurut, kalau kamu memang sayang Bapak, kalau kamu berontak, Jeruji besi sedang menanti Bapak, sungguh Bapak tak sanggup lagi untuk membayar semua hutang-hutang Bapak pada Hans, Fi." tegas Pak Rustam.
"Ini semua gara-gara Bapak, kenapa harus Silfyah yang dikorbankan Pak?" cecar Bu Yati.
"Kita tak punya pilihan lain lagi Bu? Apa Ibu mau melihat Bapak membusuk dipenjara lalu rumah kita dirampas oleh Hans sebagai tebusan hutang?" tanya Pak Rustam geram.
"Maaf Pak Silfy nggak bisa nikah dengan Bang Hans, Silfy sudah janji bakal nunggu Mas Ilham." ucap Silfyah disela isak tangisnya.
"Ilham laki-laki kere itu? Hah...., Mau apa kamu sama dia?"
"Mas Ilham laki-laki yang baik Pak, dia sholeh, dia sekarang sedang bekerja di Surabaya, dia minta Silfy menunggunya." terang Bu Yati yang selama ini menjadi tempat putrinya bercurah isi hati.
"Oke, sekarang, cari dia, tanyakan apa dia mau bantu lunasin hutang Bapak?" tanya Pak Rustam dengan suara meninggi.
Silfyah terus menangis, ia tak tahu Ilham ada dimana, dan bagaimana menghubunginya, sama sekali tak pernah ada komunikasi lagi diantara mereka berdua.
"Bagaimana? Bisa kamu panggil dia kemari sekarang?" tanya Pak Rustam sekali lagi.
Silfyah menggelengkan kepalanya, ia benar-benar tak tahu dimana Ilham berada.
"Bah, masih kau berharap pada laki-laki seperti itu? Laki-laki kere begitu." ucap Pak Rustam.
"Tak ada sedikitpun tandingannya dengan Hans, coba kamu lihat Hans pria yang sangat kaya raya, setelah kalian menikah, Ibu tak perlu lagi menjual nasi pecel, Bapak juga tak lagi susah payah kerja di bengkel, kita bakal duduk manis dirumahnya, dirumah Nak Hans, dan kamu Silfy, kamu akan jadi Permaisuri dirumah itu, Hans itu sebenarnya anak baik, Cuma dia yang patut menjadi suamimu." jelas Pak Rustam panjang lebar.
Bu Yati terdiam, ia tak tahu harus berkata apa lagi, janji Hans akan mengajak mereka tinggal diistananya ketika sudah menikah nanti benar-benar membuai dirinya.
🍂🍂🍂🍂🍂
Hans adalah pria kaya raya, pewaris tunggal harta almarhum Bapak Sugiono ayahnya, ibunya Bu Nanik telah wafat dua tahun kemudian menyusul suaminya.
Hans hidup sebatang kara dalam istananya, meski hidup bergelimang harta ia benar-benar merasa hampa.
Cobaan bertubi-tubi yang datang mengahmpirinya, membuat imannya karam dan tenggelam dalam kegelapan.
Hans menatap gambar yang menampilkan kebahagiaannya yang nyaris sempurna yang terbingkai pigura berwarna emas, jari jemarinya, menyentuh lembut wajah Ayah Ibunya.
"Ayah, Ibu, maafkan Hans." ucapnya lirih.
Air matanya berderaian, mengenang segala kepahitan dimasa lalu.
Berawal dari sebuah peristiwa pilu, perampokan yang menimpa keluaraga Pak Shobari calon mertuanya, merenggut nyawa kedua pasangam suami istri itu dengan tragis, tak hanya itu, mereka juga tega memperkosa calon istrinya, wanita pujaan hatinya, seorang gadis cantik, nan sholihah yang masih belajar disalah satu pesantren di Kota Santri tersebut.
Akibat peristiwa tersebut, Kekasih hatinya nyaris gila, namun kini, ia juga tengah menjalani kehidupan yang kelam dan sesat.
"Ini tidak adil, sangat tidak adil, mengapa aku tak boleh bahagia?" ucap Hans disela tangisnya yang sendu.
🍂🍂🍂🍂🍂
Hans kembali mendatangi kediaman Pak Rustam, ia datang dengan niatan untuk melamar Silfy secara resmi.
"Maaf jika saya datang hanya sendiri Pak, karena saya memang hidup sebatang kara." tutur Hans.
"Tak apa Nak, kami sudah mengerti itu." jawab Pak Rustam dengan seutas senyum bahagia
"Tujuan saya kemari adalah untuk melamar putri Bapak, Silfy." tegas Hans.
"Iya, iya, lamaran Nak Hans kami terima dengan senang hati." jawab Pak Rustam bahagia.
Hans menatap wajah Silfy yang duduk tak jauh dari hadapannya, wajahnya murung, air matanya masih terus berderaian, kedua tangannya meremas ujung jilbab putihnya dengan kesal.
Hans tersenyum, ia tak lagi mau perduli akan perasaan gadis dihadapannya yang terpenting bagi Hans adalah restu dari Bapak Ibunya.
Hans meletakkan sebuah kotak berukuran agak besar diatas meja, ia pun membukanya dihadapan kedua orang tua Silfyah.
Satu set perhiasan lengkap terlihat begitu memukau membuat beberapa pasang mata membulat sempurna melihat kilauan perhiasan emas dihadapannya.
Pak Rustam menjawil lengan istrinya yang masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya, matanya membelalak, mulutnya sempurna terbuka,
"Ya Allah Gusti, iki emas temenan ta Pak?"
Hans tertawa mendengar kalimat yang keluar dari lisan ibu mertuanya.
"Ibu tak perlu khawatir, apapun yang Ibu mau nanti bilang saja tak perlu tak khawatir apalagi sungkan, saya akan penuhi semuanya." tutur Hans dengan penuh rasa bangga dan percaya diri.
"Wah benar itu Nak?" tanya Bu Yati tak percaya.
"Mulai detik ini, Bapak dan Ibu adalah kedua orang tua saya." ucap Hans meyakinkan.
Air mata Silfyah kian deras, hatinya terasa perih, tak ada satupun yang mau perduli akan perasaannya, harta telah menyilaukan mata Bapak Ibunya, hingga tak lagi perduli akan perasaannya.
🍂🍂🍂🍂🍂
Tidak ada komentar:
Posting Komentar