Silfyah terpaksa menuruti desakan Bu Yati, mengikuti ajakan Hans mengunjungi salah satu Mall di Surabaya, Hans sengaja mengajak keluarga barunya untuk bersenang-senang.
Hans sibuk membantu Bu Yati memilih baju-baju baru, demikian juga dengan Pak Rustam, sedang Silfyah ia hanya murung saja, tak ada sedikitpun minat dihati untuk menerima apapun dari Hans, laki-laki yang paling dibencinya seumur hidup.
Gadis itu lebih memilih untuk berdiri diantara kaca pembatas, ditepian gedung, kalau saja ia tak ingat bahwa bunuh diri itu merupakan dosa besar, ia pasti akan melompat dari ketinggian lantai empat mall tersebut.
Kata-kata Gus Umam yang menyebut dosa besar dan akibat dari kematian karena bunuh diri berkelebat dalam benaknya.
Barangsiapa yang mengakhiri hidup dengan minum racun, maka selamanya kelak ia akan terus meminum racun tersebut tak ada henti, Barangsiapa yang mengakhiri hidup dengan melompat dari ketinggian, maka ia akan terus dilempar dari atas ketinggian menuju jurang neraka terdalam, sekujur tubuhnya hancur remuk redam, namun ia akan kembali utuh, kemudian dilempar kembali terus berulanga-ulang sesuai dengan apa dan bagaimana seseorang itu mengakhiri hidupnya, mendahului takdir Allah.
Silfyah menatap nanar orang-orang yang berjalan lalu lalang, nampak bahagia, tiba-tiba netranya membelalak sempurna saat melihat seorang pria yang telah lama ia rindukan tengah berdiri di eskalator berdua dengan seorang wanita yang berpakaian seksi, mereka tampak begitu akrab, saling melempar senyum bahagia, dan canda tawa bahagia.
"Mas Ilham..." ucap Silfy lirih.
Hatinya terasa berdenyut-denyut menahan hantaman ombak pilu, begitu cepat Ilham melupakan dirinya, menghapus jejak cintanya dari kalbu.
Matanya terasa panas siap mengeluarkan lahar air mata yang mulai meluap siap ditumpahkan.
Kedua anak manusia yang terlihat begitu dekat itu mulai menginjakkan kaki diantara hamparan keramik berwarna putih dilantai empat.
Jarak mereka kian dekat mengahmpiri Silfy yang menatap mereka dengan hati yang perih.
Ilham terkejut saat mendapati Silfiyah tengah memandangnya.
"Dik Silfy...." tutur Ilham lirih
Mereka saling berpandangan, menahan gejolak dihati yang mulai meradang.
"Silfy, kamu disini?" tanya Hans tanpa menyadari kehadiran Ilham dan Fitri.
"Hans?" panggil Fitri terkejut.
Mendengar suara lembut sang kekasih, Hans segera menoleh ke arah suara itu terdengar mengalun ditelinga.
"Fitri," sahut Hans.
"Jadi ini istri kamu?" tanya Fitri saat melihat Silfyah yang masih berdiri disamping Hans.
"Iya Fit, kenalkan, ini Silfyah, istriku." tutur Hans sembari mengulum senyum yang terasa getir.
Ilham berpura-pura tak mengenal Silfyah dihadapan Fitri.
"Wah, kamu menikahi anak kecil Hans?" tatap Fitri dengan senyum meledek.
Hans terdiam, ia tak mampu menjawab apapun.
"Mas Ilham..." panggil Silfyah
Fitri menatap lelaki yang berdiri disampingnya
"Jadi... Kau juga mengenal gadis ini?" selidik Fitri.
"Eh... Iya... dia.... dia slaah satu jama'ah di masjid yang biasa mendengarkan pengajian." sahut Ilham.
Ia tak ingin membuka kenangan kelam, terlebih Silfyah telah menikah dengan orang lain.
Tangis Silfyah tak lagi bisa ditahan, ia benar-benar sakit, dan kecewa, sampai kini ia masih mempertahankan cintanya kepada Ilham, namun dengan mudah Ilham sengaja melupakannya, tak lagi menganggapnya sebagai wanita yang pernah bertahta disinggsana hati.
"Begitu teganya kamu Mas..." ucap Silfyah mulai terisak.
Hans menatap Silfyah dengan rasa gamang.
"Silfy..." panggil Hans pelan.
"Diam kamu!" bentak Silfyah seketika.
Mereka bertiga terkejut, kala mendengar suara Silfyah yang mulai meninggi, beberapa pasang mata menatap ke arah mereka.
"Puas kau Bang? Kau sudah hancurkan hidup aku, lihat sekarang! Lihat! Gara-gara kamu, orang yang ku cintai kini telah melupakan aku!" teriak Silfy.
"Silfy, tenang, jangan keras-keras!" ucap Hans dengan nada menekan
Orang-orang yang berjalan lalu lalang disekitar mereka, mulai mengarahkan perhatiannya ke arah gadis yang mulai menangis.
=====================================================================
Silfy tak lagi dapat menahan perasaannya, ia pun mulai mengungkapkan segala gejolak dibatinnya, berbagai cacian ia keluarkan, sumaph serapah ia teriakkan dengan lantang, mencecar Hans dengan berbagai kata yang dipenuhi murka dan benci yang tak berujung.
"Aku minta, ceraikan aku sekarang juga! Aku tak sudi lagi hidup dengan manusia bejat sepertimu!" teriak Silfy dengan penuh amarah.
"Silfy,cukup!" bentak Ilham seketika.
Ia tak lagi tahan mendengar wanita yang pernah bahkan masih dicintainya mencacai suaminya habis-habisan didepannya.
Semua orang berdiri disekitar mereka, seakan menonton adegan drama korea gratisan, bahkan beberapa pelayan toko disekitar mall tersebut turut menyaksikan mereka.
Hans melangkah mundur, cacian demi cacian terus mengalir dari lisan gadis yang selama ini terlihat lugu dan pendiam.
Jantungnya serasa berhenti berdetak, matanya merah menahan jutaan debit air mata yang siap membanjir deras.
Mendengar suara Ilham yang mulai meninggi, Silfy tak lagi tahan, gadis itu segera berlari sejauh mungkin, laki-laki yang selama ini dikenalnya sebagai laki-laki santun dan lembut tega membentaknya dihadapan banyak orang, air matanya kian deras.
Ilham hendak mengejar, namun Hans menahan bahunya.
"Sudah, biarkan!" ucap Hans
"Tapi, Hans..."
"Semua yang dikatakan Silfy benar Ustadz, Aku tak layak disebut manusia, aku hanyalah sampah yang begitu menjijikkan." ucap Hans menirukan kata-kata Silfy yang baru saja ia dengar.
Hans mengusap air matanya, ia pun segera menpercepat langkahnya, tak lagi memperdulikan begitu banyak mata menatapanya dengan berbagai fikiran yang berkelebat liar dalam benak orang-orang.
Fitri mengusap air matanya yang mulai membasahi sudut bibirnya, sungguh tak ada satupun orang yang tahu bagaimana Hans dimasa lalu selain dirinya.
"Maafkan aku Mas Hanif." batinnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar