a Worldle aaron jones agen grosir lipstik wardah murah cirebon ambulans cirebon gratis Anne Heche Artemis launch BABYDOLL Banana Banana Boat sunscreen recalled Baylor Baylor basketball berita bertuah Betty White birthday Bibit binahong Biodata Bitcoin price blaze pizza Boat Bob Saget dead Boston Celtics Brady Manek Brentford vs Man United Brittney Griner brownies bunga hias Cain Velasquez cctv Cerbung CERUTY Chicago Bears Cirebon Cleveland Guardians Communications Cowboys cuan daftar blokir Daylight savings time dongdangan dongdangan murah cirebon Duke vs UNC emas English Epic F1 Florence Pugh Free COVID test kits GA Gamis ganggang Gas gerobak gerobak murah cirebon Ghost of Kyiv grosir Haji Hellraiser herbal Hurricane tracker Ian Book Indonesia info info sehat Instansi IPA Irlandia is dead at 73 Islami Ivana Trump Ivana Trump is dead at 73 Japan Japan earthquake jasa bebersih John Easterling John Madden kain Kanye West kap lampu kap lampu hias Katie Meyer kelor khitan khitan cirebon khitan gratis khitan massal Kim Potter guilty korma kosmetik murah cirebon kost kucing kue kering kue lebaran kuliner kurma lampu hias legend Lululemon Lunar New Year Manchester United Marry Me Martin Shkreli Meagan Good Mega Millions Mike Nesmith modem Monkeypox Nathan Chen National Coffee Day 2022 NCAA basketball neo news NFL north carolina basketball nostalgia obat herbal orang hilang orang iseng orang pertama parabola PASHMINA penipuan Perusahaan Pi Pi Day pi day 2022 pi pizza deals pie pie day pijat pijat lulur cirebon pijat totok cirebon pisang sale Pittsburgh bridge collapse piyahong Pokemon poles mobil poles motor Powerball PPA PPA Cirebon PPA Gathering PPA GJB PPA Mobil Kemanusiaan PPA Sekolah Cinta PPALC PPALC Cirebon Prediksi Skor Premier League PREMIUM property psg pulsa pusaka pusat pisang sale murah Queen Elizabeth dead quota Raiders recalled Recession Rental Mobil Rihanna Ronnie Spector Dead at 78 router rusia Russell Wilson Samsung Galaxy S22 Ultra SD Sean Connery Sekolah sekolah alam Sembako seragam pramuka muran cirebon Service servis printer cirebon Shane Warne Silsilah sirih sirih hijau sirih merah SMA SMK Snake soal soal tanya jawab software Solsticio de verano Sport Steelers sunscreen susu etawa Tampa Bay Buccaneers tanah Telur Test TOEIC Texas Longhorns Football TK Today 8A toko emas cirebon Tom Brady Tommy Lee Tottenham Sevilla Tower of Fantasy Tullamore tumbuhan TV Murah Tyreek Hill UFC 278 Umroh UNC unc basketball unc baylor unc vs baylor upvc vaksin vape Virgil Abloh what is pi wife of Donald Trump wifi Will Smith Women's figure skating Zelensky Михаил Зеленский 토트넘 세비야 カムカムエヴリバディ マスターデュエル 全日本大学駅伝 千と千尋の神隠し 地震 多発性骨髄腫 日本シリーズ 石原さとみ 神田沙也加 藤子不二雄A

Selasa, 16 November 2021

cerbung KABUT DISENYUM HAZIMA #1

1. #Mengingatmu

Aku tidak pernah minta dilahirkan dari seorang ibu yang pada akhirnya sakit jiwa!
Aku tidak mau seperti ibu yang mencintai ayah melebihi apapun sampai lupa pada sang pemberi cinta. Allah Azza wa Jalla...  (Hazima Sofia).

*

Seseorang mengamati gerak gerik gadis energik di depan kampus barat UNY. Beberapa mahasiswa meminta tanda tangannya. Novel, ya sebuah novel tulisan tangan dingin gadis itu. Novelnya yang berjudul 'Bulan Merah Tersenyum' laris terjual bak kue brownis. Dengan senyum manis dan keramahannya semua dilayani dengan baik. Hampir satu jam!

Bulan ini Hazima, yang akrab dipanggil Zizi mendapat karunia yang teramat membahagiakan hatinya. Kuliah selesai sesuai target dengan bea siswa di tangan. Hobi menulis membawa angin segar dengan karya solo yang diminati penggemarnya. Sang bunda yang mulai membaik kesehatannya. Zizi mensyukuri semuanya. Ada titik bening menghias sudut mata teduhnya.

==========================================================================


==========================================================================

Siang itu kantin di sudut kampus menjadi tempatnya berteduh. Ditemani es jeruk dan cemilan ringan ada saja yang menyapanya.

“Zi, selamat ya! Kapan makan-makannya?” tanya gadis dengan tubuh agak besar.

“Mia, makan aja. Diet dong, Lihat baju sudah mepet banget.”

“Sekali aja kenapa, pan baru dapat hoki Zi.”

“Iya, iya sudah sana ambil yang kalian suka! Aku yang bayar nanti.”

“Asyik, beneran ya?” 

 

================================================================================
Djova's Computer
Melayani jasa servis komputer, laptop, printer dll, WA Chat call 081122330543
 
Djova's CCTV
Melayani jasa pasang CCTV, Jual, servis CCTV, WA Chat call 081122330543
 
Djova's Parabola Mini
Melayani jasa pemasangan, pindahan, servis dan penjulan Parabola, WA Chat call 081122330543
 
Djova's Pizza n Cake
Melayani penjualan Pizza, Brownies, Bolu Ultah dll, WA Chat call 081122330543
 
Djova's Fashion
Melayani penjualan Gamis, jubah, mukena, kaos, krudung dll, WA Chat call 081122330543
================================================================================



“Beneran Zi?” tanya Ratna juga.

“Bener, masa mukaku bohong sih. Itu ajak  teman yang lain kalau mau. Atau gini aja, ini uangnya buat kalian jajan, terserah mau beli apa.” Beberapa lembar kertas biru diberikan kepada Mia.

“Alhamdulillah, rezeki tidak ke mana. Sukses buat temanku Zizi, novelnya tambah laris ya.”

“Aamiin ... makasih doanya.” Zizi kemudian duduk dan asyik menikmati es jeruknya lagi.

==========================================================================


==========================================================================

Senyumnya tersungging lagi. Zizi menatap beberapa temannya yang antri membeli makanan di kantin bu Prih. Istirahat jam kedua kantin tetap ramai. Selain rasa makanannya enak harganya juga kantong mshasiswa. Di pojok utara mata elang masih menatap dalam sembunyi.

“Assalamualaikum Zi.”

“Walaikumsalam, eh Mbak Rosda. Perlu sama aku? Kok sampai kampus sini?” Zizi  heran dengan kedatangan ustadzahnya itu.

 Guru ngaji di masjid kampus yang ramah. Meski sudah purna Mbak Rosda tetap aktif mengisi taklim. Sarjana fisika itu sepertinya memang bukan tidak sengaja mencarinya.

“Aku sengaja mencarimu Zi. Beberapa hari ini susah ya mau ketemu kamu.”

“Pentingkah Mbak?”

“Sangat penting, Zi. Mbak dengar novelmu banyak penggemarnya, ya? Selamat deh.”

“Terima kasih mbak. Oh ya, apa di kantin ini tidak apa-apaa ?” Mbak Rosda menjawab dengan gelengan. Tangannya mengambil sebuah amplop putih tanpa pengirim.

“Apa ini Mbak?”

“Mbak mohon bacalah Zi! Dari akhi Alfian. Beliau minta tolong sudah seminggu yang lalu. Setelah itu terserah kamu.”

“Mbak, apakah ini serius?” tanya Zizi diakhir membaca tulisan Alfian. Roman gadis manis itu mendadak berubah, tetapi cuma sebentar.

“Serius Zi.” Hening sejenak. Mbak Rosda setia menanti jawaban Zizi.

 Sementara Alfian yang berjarak tiga kursi dari tempat duduk Zizi, berusaha menenangkan getaran yang sedari tadi belum mau berdamai. Pandangannya menatap dua makhluk hawa itu dengan penuh doa.

“Mbak tolong sampaikan akhi Alfian aku tidak bisa menerima ini. Mohon maaf yang sebesar-besarnya.”

“Zi, sudah kamu pikirkan masak-masak? Tidak harus hari ini menjawabnya.”

“Sudah Mbak, maaf sekali lagi tidak ada maksud apapun.”

==========================================================================


==========================================================================

“Zi, maaf bukan mbak berniat ikut campur. Tetapi kamu paham kan, kapasitas akhi Alfian?”

“Iya Mbak aku tahu. Mohon sampaikan maaf untuk beliau. Permisi Mbak, abangku sudah menunggu di parkiran. Assalamualaikum.” Zizi menyalami dengan takzim dan beranjak ke parkiran.

“Zi, boleh mbak tahu alasanmu?” mbak Rosda berusaha menahan.

“Zi merasa jauh dengan beliau, tidak semakom itu saja. Semoga akhi dipilihkan jodoh yang sepadan. Aamiin.”

Rosda tidak bisa berbicara apa-apa lagi. Besar harapannya Zizi memberi jawaban yang berbeda. Dia tahu Zizi gadis yang baik.  Wajahnya beralih ke akhi Alfian yang menyadari kalau niat khitbahnya ditolak Zizi.

Entah apa yang ada di benak ustad muda itu. Yang jelas penantiannya tidak diizinkan oleh Allah, dan ini yang terbaik. Dilihatnya Zizi yang semakin menjauh dari pandangan. Ustad yang sekelas dengan mbak Rosda itu berusaha menerima dengan lapang.Matanya terasa  panas.

Maaf kak Alfian, aku merasa tidak pantas mendampingi kakak. Laki-laki shaleh santun sekaligus ustad muda di kampus. Apa kata dunia, kalau kakak menikahi gadis sepertiku. Memiliki bunda yang dirawat di rumah sakit jiwa.Batin Zizi berusaha tegar dengan putusannya.

Alfian sosok yang banyak diimpikan gadis seperti dirinya. Tetapi inilah yang terbaik. Karena menikah bukan hanya menyatukan dua insan. Ada keluarga besar dari kedua belah pihak yang harus sama-sama ridla.
Bayangan sang bunda terus mengikuti ke mana kaki melangkah pun dalam hati Zizi.

 Maaf bunda, bukannya aku tidak bangga menjadi anakmu. Ini menyangkut harga diri dan martabat orang lain.

==========================================================================


==========================================================================



“Abang nggak bilang jemput pakai beginian.”

“Ini mobil bagus Zi! Dibilang beginian.” Protes Tahmid sambil melirik pada adik sepupunya itu. Sopir di sampingnya ikut tersenyum misterius.

Pajero Sport hitam meluncur membelah jalanan Jogja Solo yang padat.  Selepas keluar dari jalur  bandara, sopir melajukan mobil tanpa mengurangi kenyamanan penumpang. Zizi seakan menikmati gesitnya mobil yang baru pertama kali dia rasakan.

“Kok sepi Zi?”

“Zizi suruh teriak kalau naik mobil ini enak, gitu? Abang bisa aja, itu mah balita.” Sunggut Zizi.

“Tumben, biasanya renyah kaya tempe kriuk.”

“Sekali-kali nggak berisik boleh, kan? Biar Abang nggak protes mulu.” Bela Zizi sambil pandangannya tak lepas keluar jendela mobil.

Tahmid tahu apa yang dirasakan Zizi. Hanya dia yang memahami disetiap jengkal perubahan gadis itu.  Karena sejak usia lima tahun Zizi terus mengekorinya.

Mobil berbelok ke sebuah resto di dekat proliman Kalasan. Resto dengan pemandangan sungai yang asri dan sejuk. Ada sebuah perahu yang bisa dijadikan pilihan menuju gazebo yang disediakan. Kesan ‘ndeso’ begitu kental dan nyaman.

“Ngapa ke sini Bang?”

“Menurutmu?” Tahmid menoleh cepat. Sopir berkaca mata hitam ikut tersenyum lagi.

“Mau mancing, sambil cari wangsit. Siapa tahu ketemu jodoh sekalian.”

“Aamiin, kalimat yang terakhir abang suka .”

“Iyalah, Abang juga harus ngurusi istri sendiri nanti,” manyun Zizi.

“Hei, kok abang jadi kecatut.”

“Tahu ah, Zi lagi suntuk aja!” Tahmid tersenyum dalam hati. Benar dugaannya ada yang mengganjal di hati Zizi dan itu sangat kentara di matanya.

Mobil parkir tidak begitu jauh dari sandaran perahu. Zizi tampak malas untuk turun dari mobil. Beberapa kali dia menghela napas.

“Zi, turun! Ayam bakar sudah menunggu dan melambai di sana. Abang sudah pesankan tadi. Jadi nggak pakai lama. Ayo!” Tahmid membuka pintu mobil dan Zizi seperti biasanya,  menurut pada laki-laki yang mengasihinya sejak kecil.

Aroma ayam bakar yang harum dan rasa lezatnya berhasil membuat suasana hati Zizi berubah. Dengan lahap dan  cepat seporsi nasi sudah berpindah ke perutnya. Sebotol air mineral kini tandas juga tanpa sisa.

==========================================================================


==========================================================================

“Adik abang hebat kalau lagi gak enak hati. Bikin kanker aja.” Goda Tahmid demi melihat Zizi terlihat bersemangat.

“Makasih Abangku yang baik. Btw ada embel-embel lain nggak sehabis ini. Perasaan Zi mulai rada nggak enak.”

“Nggak ada, abang kangen aja lama nggak lihat kamu makan kaya tadi. Tadi bete kenapa? Emm ... bentar pasti ada yang ngajak nikah lagi, kan?”

“Seratus untuk Abangku.” Sontak Zi tersenyum hambar. Ini bukan pertama kali tebakan abangnya benar.

 Matanya mulai mendung dan dialihkan pandangannya ke luar. Kendaraan lalu lalang menderu melaju kencang. Kebisingannya tertelan gemuruh air sungai besar yang mengalir di bawah jembatan, yang sekaligus menjadi ciri resto terapung ini.

“Nambah es jeruknya?”

“Ngledek saja terus! Mumpung Zi lagi galau. Abang,  Zi pengen pulang di kost saja, ya?” rajuknya.

“Mau merutuki nasib sendirian di kost?” pertanyaan Tahmid sungguh membuat hati Zi semakin buruk.

Semenjak baliq dia menyadari kalau Tahmid hanya saudara sepupu! Ada batasan aurat yang harus di jaga. Tidak bisa seenaknya main peluk seperti dulu. Zizi belajar untuk menguasai diri setiap hatinya bergejolak. Meski Tahmidpun akhirnya menjadi tempat curhat satu-satunya. Setelah di penghujung malam berusaha mencari dekap hakikat sang Khaliq.

“Ceritakan mumpung abang di sini. Besok sore sudah harus balik ke Bali.”

“Kenapa besok sudah balik? Yah, Zi masih kangen.” Tahmid tersenyum simpul.

“Zi, sebegitu takutkah kamu dengan pinangan itu. Siapa dia?”

“ Nggak tahulah Bang, campur aduk rasanya. Kak Alfian, ustad muda di kampus.  Zi tidak yakin dengan perasaan ini. Belum hilang rasa takut itu Bang.”

Zizi menatap langit gazebo yang menjulang. Bibirnya terucap dengan berat.

“Belum tentang bunda, ayah, semua tiba-tiba mengumpul di sini. Di kepala Zi dan tidak muat rasanya. Pusing, sakit pedih. Sudahlah, pulang saja! Zi mau tidur. Capek juga dari kemarin Bang.”

“Capek tanda tangan atau mikiran yang lain?”

==========================================================================


==========================================================================

“Semuanya, pesanan Abang juga belum Zi selesaikan. Maaf ya.”

Tahmid mengiyakan, dengan mengusap kepala berbalut jilbab coklat susu itu, cukup untuk sedikit memberi semangat adiknya.

“Minta sama sopirnya kalau kita mau balik, sana!”

“Kok Zi?”

“Sopir kalau nggak dibilangi nggak tahu dong!”

“Ih, hobi nyuruh masih saja berlaku,” omel Zi sambil berjalan menuju si sopir di pojokan.

“Halo Mas Sopir, maaf kita mau balik. Tolong mobilnya.”

“Kenapa dengan mobilnya, Mbak?”

“Aduh gimana bilangnya, sih.” Zizi agak salting. Tatapan di balik kaca mata terasa di hati.

“Tinggal bilang saja, ayo kak pulang sudah selesai makannya, mudah, kan?”

“Kakak? Kakak siapa?” Zizi semakin heran.

“Lupa sama kakak Zi?” kaca mata hitam dilepasnya.

“Kakak ini siapa?  Kok tahu Zizi. Abang!”

“Tanya sendiri saja!” seru Tahmid dengan mimik geli.

“Memang laki-laki yang kamu panggil kakak siapa selain abangmu itu?”

“Kakak? Kak Ammar? Benarkah?” mata coklatnya membulat. Zizi tidak percaya sosok itu di depannya.

“Zi, nggak mimpi ya?”

==========================================================================


==========================================================================

“Syukurlah kamu masih ingat. Emm... dulu waktu kamu nangis ditinggal Tahmid, kakak yang gendong sambil berlari karena gerimis. Terus berteduh di pos ronda, sampai ketiduran dipangkuan kakak. Ingat, nggak?”

“Ih... kakak masih ingat. Aduh malu aku.” Zizi menutupi wajah dengan kedua tangannya. Mukanya berubah merona.

Tahmid ikut mendekat dan terkekeh seperti Ammar. Suasana menjadi akrab dan mendung mulai berarak menepi. Entah kenapa kehadiran Ammar seakan memberi oksigen di kepala yang membuat pusingnya lenyap.

“Gimana jadi pulang Mbak?” goda Ammar dengan senyum yang masih menghias wajah kearabannya.

“Kalau gini, Zi ikut sopirnya aja.”

“Beneran? Ikut sopir? Ayo Mid kita langsung ke kantor KUA saja. Ah, ternyata penumpangnya baik hati banget.”

“Iya ayo! Zi dengan senang hati menjadi saksinya.”

“Hei, kamu mempelainya Zi bukan saksi.” Tegas Tahmid.

“Ayo siapa takut! Eh ... nggak nggak. Maaf Kak, Abang sih apa?” Zizi langsung berlari keluar gazebo tanpa peduli teriakan Abangnya.

Belum pernah Zizi merasa malu seperti tadi. Di hadapan laki-laki yang pernah menjadi pelindung kedua setelah Tahmid.

Ammar yang teman sekelas dengan Tahmid itu paham betul siapa gadis Hazima. Sepupu Tahmid yang dirawat orang tua Tahmid karena ibunya hilang ingatan. Gadis dengan trauma phobia kekerasan membuatnya dijauhi teman-teman di sekolah. Hanya Tahmid yang membela jika Zizi disakiti teman-temannya.

Tubuhnya menegang, dengan air mata berderai tanpa perlawanan. Terkadang sampai terjatuh di tanah dengan tangan memeluk kaki rapat. Oh Zizi yang malang! Ammar pernah sampai menangis, tidak tega melihat Zizi yang ketakutan.

==========================================================================


==========================================================================

Semua sudah terlewati. Zizi menjadi pribadi yang kuat dan mandiri. Selepas SD dia memilih ke pondok pesantren sampai lulus SMA. Alasan yang masuk akal untuk seorang anak tanpa ‘kedua orang tuanya’.

“Zi, tidur?” tanya Tahmid tanpa menoleh.

“Nggak, merem saja.”

“Kekenyangan?”

“Iya, malu juga.” Tahmid dan Ammar tersenyum saling pandang.

“Malu kenapa Zi?” Ammar ikut nimbrung

“Malu pada rumput yang bergoyang.” Jawab Zizi sekenanya. Dia sengaja menutup mata menghindari mata elang milik Ammar.

“Zi, besok ada acara nggak?” tanya Ammar. Tidak ada jawaban dari jok belakang.

“Zi, kalau nggak jawab dosa lho.” Tahmid ikut bicara.

“Ini baru mikir.”

“Oh ... sudah mikirnya?”

“ Sudah, besok gladi resik wisuda saja. Jadwalnya selesai jam 11 siang.”

“Besok Kakak jemput ya?” tawar Ammar.

“Hmm ... nggak usah Kak. Zizi nggak biasa dijemput.”

“Mulai besok dibiasain, gratis Zi. Biasanya kamu suka yang gratis.” Debat Tahmid bikin keki.

“Zi, kalau kamu nggak suka ya udah nggak jadi.” Timpal Ammar.

“Iya iya boleh Kak. Nggak pakai telat dan jangan sendirian!” cebik Zizi. Suasana yang menghangat membuatnya tidak secanggung tadi.

Sejenak melupakan Alfian, menulis, jelang wisuda dan mengosongkan pikiran membuat Zizi merasa menemukan dirinya. Berusaha menerima takdir yang terus membayangi. Nuraninya berprasangka baik untuk pilihan hidupnya. Meyakini dirinya bukan ibunya. Dan Ammar?

Sosok itu tidak bisa hilang dari memori masa kecilnya. Tersimpan rapi yang mengiringi mimpi indahnya. Jika boleh berharap dan  memohon, Ammar menjadi tempat akhir hatinya bersandar dalam suka dan duka. Karena Ammar yang tahu siapa dirinya yang sebenarnya. Harapan yang tidak berani dibangunnya. Tabir yang membentang begitu jauh untuk digapai. Zizi hanya seorang anak dari perempuan yang hidup di dua dunia.

==========================================================================


==========================================================================

Ammar mencuri apa yang dilakukan makhluk manis lewat kaca spion. Jawaban asal-asalan Zizi tetap memberi nuansa berbeda di hatinya. Bukan tidak mungkin Zizi memang menunggunya. Bias rindu sekian belas tahun terbayar. Dengan mengetahui bahwa Zizi masih sendiri! Bahkan anti pacaran!

“Kakak tahu tempat kost Zizi?”

“Tahu, kenapa?”

“Emm ... ada wartawan di sini. Bodoh banget Zi nggak tanggap.” Tahmid pura-pura tidak mendengar.

“Sudah Kak berhenti depan gang sini saja. Terima kasih ya, maaf Zi nggak ngajak mampir. Salam buat yang  di rumah ya, Bang.”

“Kebiasaan jelek kalau ngomong diborong sendiri. Zi, ibu kangen sama kamu.” Seloroh Tahmid gemas.

“Iya Bang, insyaa Allah besok ke rumah. Assalamualaikum.”

Zizi langsung berjalan masuk gang kecil yang menuju tempat kostnya. Dua laki-laki itu menjawab salam Zizi bersamaan. Ditatapnya tubuh Zizi sampai tidak terlihat. Mobil hitam  lurus melaju menyusuri jalan Kali Urang yang padat.

(BERSAMBUNG) Part #2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar