Hanif menangis dalam sujud panjangnya, segala doa ia panjatkan, mencurahkan segala kegundahan hati kepada Sang Maha Pencipta, berharap agar hatinya senantiasa dijaga untuk terus istiqomah meniti jalan yang diridhoi.
Hanif berfikir mungkin ini adalah hukuman atas segala salah, dan dosa dimasa lalu, atas segala perbuatan dosa yang pernah dilakukannya, Hanif bersyukur Allah masih berkenan memberi hukuman atas kesalahannya didunia, sungguh ia tak sanggup jika harus menanggung semuanya kelak diakhirat.
Ketika cambuk panas Malaikat merajang kuklitnya di alama kubur, atau satu pukulan keras batu berapi yang menghantam kepalanya hingga meluluhkan sekujur tubuhnya.
Tasbih kristal berwarna hitam pemberian Silfy yang ia simpan disaku celana, terus berputar menemani lisannya terus melafalkan Sayyidul Istighfar.
Tangannya menengadah hanya ampunan yang terus ia pinta, tak ada lain, Hanif merasa sangat malu dan tak pantas meminta karena dosa yang sudah menggunung, bahkan ia merasa dosanya sudah melebihi luas dunia yang tak tergapai ujungnya.
🍂🍂🍂🍂🍂
Silfy terus menangis, ia hanya dapat berdoa memohon kepada Allah, semoga pintu kebenaran segera terbuka lebar, ia dan Hanif dapat menjalani kehidupan seperti sedia kala, Silfy benar-benar menyesal selama ia begitu membenci Hanif, tanpania sadari bahwa Hanif tengah mempersiapkan diri untuk berbenah diri.
Kasus pembunuhan dengan cepat menyeruak mengisi layar televisi sebagai berita terpanas didaerah jatim.
Kasus pembunuhan tersebut dalam sekejap menyita perhatian warga jatim, membuat pemilik kedai yang disewa oleh Hanif untuk merintis usaha halal meradang, tanpa mau mendengar penjelasan apapun Pak Harno pemilik tanah dan kedai langsung mengobrak-abrik dan mengusir paksa para pekerja kedai Asmara.
Tiba-tiba ia mendengar suara gaduh dari luar rumah, warga kampung mengepung rumah Hans,.mereka ingin Silfy dan keluarganya segera pergi dari kampung tersebut.
Silfy segera melepas mukenahnya dan turun kebawah menjumpai kedua orang tuanya.
"Hai kalian, ayo keluar!" teriak seorang pria dari luar rumah.
"Ada apa ini?" tanya Pak Rustam sesaat setelah membuka pintu.
"Pergi kalian semua dari sini! Kami tidak mau dikampung kami ada pembunuh!" hardik pria tersebut diiyakan oleh pergi kalian.
"Kalian tidak bisa mengusir kami, ini rumah kami!" jawab Pak Rustam lancar.
"Kalau kalian tak mau pergi, akan kami bakar rumah ini sekarang juga!" ancam pria lain bertubuh kurus.
"Iya ayo bakar! Bakar! Bakar!" seru warga.
"Ya Allah Pak, kita pergi saja dari sini, sebelum mereka menghancurkan rumah kita!" ajak Bu Yati sembari menangis.
"Bagaimana ini Nak?" tanya Pak Rustam.
Silfy mengangguk pasrah, "Sebaiknya kita pergi saja Pak, sebelum warga berbuat yang tidak-tidak." ajak Silfy.
"Baik, kami akan segera pergi, tapi tolong beri kami waktu untuk mengambil pakaian kami." jawab Pak Rustam
Silfy bergegas berlari menuju kamar , mengambil album, dan beberapa pakaian, ia juga membawa mukenah serta Alqur'an pemberian Hanif beberapa waktu yang lalu.
Bu Yati nampak begitu sedih, "Kita pergi kemana ini Pak?"
"Bapak juga belum tahu Bu, yang jelas kita harus segera pergi dari sini." tutur Pak Rustam.
Mereka bertiga segera pergi meninggalkan rumah megah yang berdiri kokoh, terasa dingin dan angkuh, Silfy tak kuasa menahan air mata yang kian deras, sementara seruan kebencian terus disuarakan memekakkan telinga, membuat hati berdenyut panas.
Pak Rustam membawa keluarganya kembali kerumahnya yang dulu, namun sayang, sebelum masuk rumah, mereka juga mendapat penolakan dari warga, bahkan mereka bertiga dilempari botol-botol plastik, dan juga kerikil.
"Pergi kalian! Kami tak mau warga kami nanti dibunuh sama Hans!" teriak salah seorang warga dengan lantang.
Mereka bertiga kembali berjalan dengan raut sedih.
Pak Rustam menghentikan bis yang kebetulan lewat, mereka bertiga duduk berdampingan disalah satu deretan kursi berjajar tiga disebelah kanan, mata Silfy terus memandang ke arah kaca menatap Kota Bangil dengan perasaan sedih, perlahan bis melaju meninggalkan panasnya kota, meninggalkan berjuta kenangan yang mengukir sejarah di kalbu Silfy.
🍂🍂🍂🍂🍂
Polisi mengidentifikasi jenazah almarhumah Tutik, mereka menemukan secarik kertas yang masih digennggam erat oleh almarhumah, yang ternyata bertuliskan pengakuan cinta kepada Hans. Berdasarkan hasil otopsi, sebelum dibunuh korban juga sempat disetubuhi oleh pelaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar