Hans tak lagi mengganggu Silfy, ia hanya akan datang ke kamar untuk mandi dan berganti pakaian saja, selebihnya Hans akan mengjabiskan waktunya diluar, mereka hanya akan bertemu dan bersama ketika jam makan tiba.
Kedekatan Hans dengan kedua orang tua Silfyah kian erat,
"Wah, rasa pecel bikinan Ibu enak sekali ya?" puji Hans.
"Nak Hans bisa saja." jawab Bu Yati tersipu.
Sedang Silfyah ia hanya terdiam, menikmati makan siangnya.
"Loh, ini beneran kok Bu, Pecel buatan Ibu enak sekali rasanya."
"Nak Hans," panggil Bu Yati kala makan siang bersama.
"Iya Bu, ada apa?"
"E... begini Nak, lusa Ibu mau pulang kerumah ya?"
"Kenapa pulang Bu? Ibu nggak betah tinggal disini?" tanya Hans.
"Bu...buka, bukan begitu Nak, tapi itu, Ibu aktif dipengajian, dan lusa giliran Ibu yang ketempatan." jelas Bu Yati ragu.
"Kenapa harus pulang? Kenapa tidak diadakan disini saja Bu?"
"Memang boleh, Nak?"
Hans tersenyum, "Ya boleh sekali Bu, ini kan juga rumah Bapak Ibu, apapun yang akan kalian lakukan, lakukanlah disini." tukas Hans.
Bu Yati nampak begitu senang, terlebih Pak Rustam.
"Oh ya satu lagi, mulai sekarang Bapak nggak usah ikut-ikut judi lagi, biar Hans saja yang kerja." ucap Hans
"Kenapa begitu, Nak?" tanya Pak Rustam keberatan.
"Akhir-akhir ini Polisi sedang gencar membasmi perjudian, mereka kerap mengirim anggotanya untuk menyamar dan menyelidiki tentang ini, Hans gak mau Bapak ikut terjaring." jawab Hans dengan nada agak menekan.
Pak Rustam mengangguk pasrah mendengar penuturan mantunya.
"Dan kamu Silfy, kamu tak usah lagi bekerja dengan orang arab itu, segeralah pamit. Kehidupanmu dan semua kebutuhanmu menjadi kewajibanku." perintah Hans.
Silfy membanting sendok yang dipegangnya, ia beranjak berdiri dari kursi meja makan.
"Sampai kapanpun Aku tak akan pernah berhenti, jangan harap Aku mau menerima uang har darimu!" bentak Silfy lantang.
"Silfy!" bentak Pak Rustam
Hans segera meraih tangan Pak Rustam.
"Sudah Pak, urusan Silfy itu adalah tanggungan Hans, mohon Bapak untuk tidak ikut campur urusan kami," tegas Hans menatap laki-laki dihadapannya dengan tajam
Sementara Silfy, ia segera berlari menuju kamar, kembali menangis, ia tak sudi menerima sepeserpun rupiah dari Hans yang ia yakini berasal dari pekerjaan yang haram.
"Tapi Nak Hans, Silfy begitu berani padamu, suaminya, apa Bapak harus tinggal diam?"
"Sudahlah Pak, biarkan saja." ucap Hans.
Pak Rustam mengalah, ia merasa malu kepada menantu kesayangannya.
🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂
=====================================================================
Silfiyah masih menjalani aktifitasnya sebagai pelayan di toko parfum milik Yek Usman, meski gaji tak seberapa baginya jauh lebih baik daripada harus bergelimang harta dari hasil pekerjaan yang tak jelas yang digeluti oleh Hans suaminya yang sangat dibencinya.
Tak lama kemudian datanglah seorang wanita dengan penampilan compang-camping, wajah yang kotor, bau, rambut acak-acakan mengahmpiri dirinya.
Gadis bisu nan sinting itu menunjuk-nunjuk mulutnya meminta sesuatu.
"Uh, uh, uh, uh , aa aa uh." ucapnya tak jelas.
"Ih, ngapain sih? Pergi sana! Pergi! " tegur Yek Usman mengusir wanita tersebut.
"Uh, uh, uh, a uh," ucapnya lagi, ia enggan pergi sebelum mendapatkan apa yang ia inginkan.
Tak sabar, Yek Usman segera meraih sapu yang disandarkan di pintu samping, hendak memukulkannya pada wanita tersebut.
Menyadari hal itu wanita bisu itu pun segera berlari ketakutan, tak sengaja ia menabrak seorang pria yang tengah berjalan hendak menemui wanitanya,
Silfyah membelalakkan mata saat menyadari Hans datang hendak menemuinya, Hans menatapnya tajam terlebih pada Yek Usman.
Hans menuntun wanita tersebut menyeberang jalan, memasuki sebuah kedai yang menjajakan susu STMJ, kemudian mengajaknya ke warung Nasi Punel yang berada tak jauh dari kedai susu segar tersebut.
Wanita tersebut menikmati makannya dengan lahap dan rakus, kentara sekali ia sangat kelaparan, setelah hampir dua hari tak makan, makanpun hanya sedikit memunguti sisa-sisa bekas makan orang lain yang dibuang ditempat sampah.
Silfyah menatap tak percaya pada apa yang dilihatnya, Hans tak nampak jijik sedikitpun duduk dengan wanita lusuh tersebut, sesekali ia melihat laki-laki itu tertawa riang menanggapi celotehan si bisu, seakan-akan ia mengerti akan apa yang disampaikan oleh wanita tersebut.
Wanita tersebut segera melahap nasi punel yang dibelikan oleh Hans, ia bahkan menambah satu piring lagi, Hans menatapnya dengan iba,
Nasi punel adalah makanan khas dari kota Bangil, Pasuruan. Nasi ini bertekstur lembut dan agak menggumpal. Umumnya makanan ini disajikan di atas piring yang beralaskan daun pisang. Di atas nasi itu ditambah taburan serundeng, dilengkapi sate kerang, lentho/menjeng, tahu bumbu Bali, irisan daging dan kikil, serta sebungkus kecil kuah yang berisi parutan kelapa dengan santan dan diberi bumbu agak manis. Biasanya tersedia sayur rebung dan nangka muda. Lauk utamanya bisa pilih empal (daging goreng), ayam goreng, telur dadar, paru, dan dendeng, serta sambal ulek pedas yang dicampur dengan irisan kacang panjang.
Hans menikmati makan siang bersama wanita bisu tersebut, ia tahu betul sejarah wanita yang bernama asli Tuti tersebut, riwayat hidupnya hampir serupa dengan kisah kekasihnya Fitri, ia adalah korban dari kebejatan laki-laki yang hyper syahwat, hingga menyebabkan wanita disampingnya menjadi gila, selesai makan siang, Wanita bisu tersebut memeluk Hans dengan erat, sebagai ungkapan rasa terima kasih.
"Aku udah lama tunggu kamu Tuti, kenapa lama nggak datang kerumah?" tanya Hans kemudian
"Ah uh uuuu ah aaa u." jawabnya sembari menggerak-gerakan kedua tanganya seakan memberinya isyarat.
Hans tersenyum mendengar penjelasan wanita bisu tersebut.
"Oh jadi kamu pernah datang lalu diusir sama Bapak? Baiklah nanti Aku kenalkan kepada mereka." tutur Hans.
Wanita itu mengangguk senang, hanya dengan Hans ia merasa aman dan nyaman, laki-laki itu selalu melindunginya tiap kali ada orang yang jahat atau mencoba iseng padanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar